Annual Report

Thursday 23 March 2017

Belajar bersyukur dari Caca yang ceria

Oleh Yoan Mei Dyandari A – Fundraiser UNICEF Indonesia

Saya sangat bersemangat ketika mendapat kesempatan berkunjung ke kota Mamuju di Sulawesi Barat. Saya merasa beruntung didampingi oleh tim UNICEF dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Masagena.


Para Facers disambut oleh anak-anak SDN Pantaraan ©UNICEF Indonesia/2016

Tujuan utama kami adalah Desa Pantaraan, lokasi Sekolah Satu Atap (SATAP) yang di dukung oleh UNICEF dan LSM Masagena. Perjalanan ke sekolah tersebut tidak mudah, jalanan berbatu, tidak rata, ditambah terik matahari yang menyengat. Namun hal itu
tidak menyurutkan semangat saya untuk bertemu para murid.

Setiba disana, nyanyian “Selamat Datang Kakak” yang dilantunkan oleh siswa-siswi berseragam batik merah menyambut kedatangan kami. Saya berusaha menahan air mata haru karena saya merasa bahagia bisa melihat wajah-wajah ceria mereka.  

Salah satunya adalah gadis kecil riang bernama Caca. Ia berlari kearah kami lalu menggandeng tangan saya, “Ayo kakak kita masuk kelas, kita main yuk!" Kata Caca.

Menggambar bersama adik-adik SDN Pantaraan ©UNICEF Indonesia/2016

Saya sangat menikmati kegiatan bersama anak-anak SD Pantaraan. Kami menggambar, membuat origami hingga menuliskan cita-cita untuk ditempelkan di majalah dinding dekat pagar sekolah. “Saya ingin menjadi dokter,” kata Caca.

Menemani Caca membawa air ke rumah sepulang sekolah ©UNICEF Indonesia/2016

Sepulang sekolah, ia harus mengambil air di sumur sebanyak dua jerigen. Ia dan keluarganya menggunakan air yang keruh dan berpasir itu untuk mandi, minum dan memasak.

Meski usianya masih kanak-kanak, Caca memiliki rasa tanggung jawab yang besar akan tugasnya. “Saya mengambil air sumur dua kali sehari, saat pulang sekolah dan pulang mengaji,” kata Caca. Saya tercekat mendengarnya dan menawarkan untuk membantunya menjinjing jerigen berkapasitas masing-masing lima liter itu mendaki bukit.

Baru sebentar berjalan, saya sudah merasa lelah. Tapi tidak bagi Caca. Dengan senyum di wajah, ia setengah berlari ke atas bukit dengan beban yang cukup berat untuk usianya. Dalam hati saya berjanji untuk lebih menghargai hal-hal yang selama ini saya anggap sepele, seperti air bersih. Tinggal di kota, saya diberkati kemudahan untuk mengakses fasilitas air bersih. Saya tidak pernah berpikir bahwa bagi banyak orang, air adalah sesuatu yang mewah dan perlu perjuangan untuk mendapatkannya.

Anak seusia Caca seharusnya tidak perlu dibebani ‘perjuangan’ untuk menyediakan air untuk keluarga. Namun menurut Bapak Peter dari LSM Masagena, hal ini masih banyak terjadi di Pantaraan. "Seratus kali saya melihat ini, seratus kali pula saya menangis. Kita semua berupaya agar cita cita mereka bisa tercapai dengan sekolah yang layak."

Caca mencuci tangannya dari sumur yang terletak jauh dari rumah ©UNICEF Indonesia/2016

Apa yang saya lihat dan apa yang saya dengar menyadarkan saya untuk dapat berbuat lebih banyak demi membantu anak-anak seperti Caca memiliki kehidupan yang terbaik.

Terimakasih Caca, kamu telah menyentuh jiwa kakak-kakak yang membaca tulisan ini. Keceriaanmu adalah inspirasi. Tetaplah menjadi anak yang riang hingga tercapai cita-citamu di masa depan.