Annual Report

Monday, 30 March 2015

Sanitasi di Sumba – membaik hari demi hari

- Nick Baker, Communications and Knowledge Management Officer

Sanitarian Dangga Mesa menghadiri sebuah rapat desa di Sumba Barat Daya.
©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker

Ini adalah pagi yang luar biasa sibuk di desa Matapywu di pulau Sumba (NTT). Semua kepala keluarga telah diajak berkumpul untuk sebuah pertemuan penting. Kursi-kursi diduduki, kopi disajikan, dan topik pertemuan pun diumumkan: toilet.

Pertemuan tentang topik yang tidak biasa ini sekarang cukup umum di sekitar pulau tersebut. Matapywu hanyalah satu dari banyak desa yang baru-baru ini menjalani sesi pemicuan yang didukung oleh UNICEF. Lokakarya ini bertujuan untuk mengakhiri praktik buang air besar sembarangan.

Sekarang adalah saatnya untuk mengecek perkembangan. Seorang sanitarian, Dangga Mesa, membahas kemajuan sejak ia mengadakan sesi pemicuan beberapa bulan yang lalu. Dangga tampak senang dengan hasilnya.


Para perwakilan desa memberitahu Dangga bagaimana mereka merasa "malu" dan "jijik" ketika mempelajari betapa mudahnya bakteri dari tinja dapat memasuki rantai makanan. Sejak saat itu, semakin banyak penduduk desa yang telah atau sedang membangun toilet pertama mereka.

Dangga mengatakan bahwa buang air besar sembarangan (BABS) merupakan isu penting bagi anak-anak Matapywu dan di seluruh negeri. "Diare adalah penyakit yang sangat serius di kalangan anak-anak di bawah usia lima tahun," katanya. "Sanitasi yang buruk merupakan salah satu penyebab utama diare sehingga kita harus serius menangani hal itu."

"Saya sangat senang karena jumlah orang yang memiliki toilet telah meningkat," kata Dangga. "Tujuan kami berikutnya adalah agar desa ini menjadi 100 persen bebas dari BABS.”


Terutama anak-anak

Kepala desa Soleman Bili Ngongo memimpin rapat desa tentang BABS.
©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker

Soleman Bili Ngongo adalah kepala desa Matapywu. Dia tidak mengetahui tentang hubungan BABS dengan masalah kesehatan sebelum sesi pemicuan. Kini itu adalah salah satu prioritas utamanya.

Desa Soleman memiliki 3.237 penduduk. "Sebelumnya, sebagian besar dari mereka buang air besar di mana saja. Kotoran lalu mengkontaminasi makanan dan air kami," kata Soleman.

Hal ini cukup biasa di Indonesia. Bahkan, di negara ini lebih dari 54 juta orang buang air besar di tempat terbuka. Itu adalah jumlah tertinggi kedua di dunia, setelah India.

Tapi dengan bantuan UNICEF, semua ini mulai berubah di Matapywu. "Sesi pemicuan sangat sukses," kata Soleman. "Setelah hanya beberapa minggu, keluarga-keluarga mulai membangun kakus."

UNICEF akan terus membantu Soleman dan kepala desa lain di sekitar Sumba untuk memantau BABS dan mengatasi tantangan-tantangan yang akan timbul.

Soleman ingin semua 3.237 warga desa untuk menjadi sehat dan memiliki kesempatan terbaik di kehidupan, terutama anak-anak.


Masa depan yang lebih aman

Adventin, 3, akan tumbuh besar dengan akses kepada toilet.
©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker

Lucia Dada Kaka adalah salah satu dari banyak ibu di Sumba yang menjadi khawatir tentang kesejahteraan keluarganya setelah menghadiri sesi pemicuan.

"Sebelum lokakarya, kami buang air besar di lapangan dekat rumah, atau kadang-kadang di malam hari persis di luar rumah kami," katanya. "Tapi kemudian kami belajar tentang masalah-masalah yang terkait dengan BABS."

Kesehatan Adventin, putrinya yang berusia tiga tahun, adalah suatu motivator besar untuk membangun toilet baru. Saat ini toilet tersebut hampir diselesaikan oleh suaminya.

"Kami melakukannya untuk anak-anak kami. Kami ingin mereka terlindungi dari masalah kesehatan," kata Lucia.