Kemampuan membaca dan menulis Kristopher mengalami kemajuan. ©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker |
Sekelompok siswa sekolah dasar di Kampung Poumako, Papua diminta untuk menulis nama mereka. Sepertinya mudah. Beberapa siswa mengeluarkan pena dan perlahan-lahan mulai menulis. Tetapi beberapa siswa merasa hampir tidak mungkin melakukannya.
Kristopher, siswa kelas dua ini, merupakan salah satu anak yang berjuang keras untuk bisa membaca dan menulis. Ia meluangkan waktunya, mencoba berkali-kali dan kemudian berhenti. "Sulit," katanya.
Kristopher seperti banyak siswa muda di Tanah Papua. Sekitar 87 persen siswa kelas awal di daerah perdesaan dan terpencil merupakan gabungan antara siswa yang tidak bisa membaca dan siswa yang bisa membaca tetapi dengan pemahaman yang terbatas.
Dan untuk anak-anak seperti Kristopher - tidak memiliki keterampilan dasar ini akan sangat berdampak terhadap sisa hidup mereka.
Guru Basilus Batmomolin mengikuti program UNICEF. ©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker |
Basilus Batmomolin telah mengajar di sekolah dasar Poumako selama lima tahun terakhir. Ini merupakan tugas yang menantang - bekerja dengan orang-orang muda di salah satu daerah termiskin di Papua. Semenjak itu, ia menyadari betapa pentingnya kemampuan membaca dan menulis.
"Kemampuan membaca dan menulis merupakan pendorong," katanya, " Kemampuan membaca dan menulis memungkinkan anak-anak untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Kemampuan membaca dan menulis memperluas peluang profesional mereka. Dengan kemampuan membaca dan menulis, anak-anak dapat lebih percaya diri dan lebih bersifat sosial. Tanpa Kemampuan membaca dan menulis, anak-anak akan terisolasi."
Basilus mengatakan bahwa ada banyak alasan mengapa angka membaca dan menulis tetap rendah di daerah ini. Alasan tersebut antara lain meliputi orang tua yang tidak kooperatif, yang tidak mau menyekolahkan anak mereka ke sekolah dengan sumber daya yang sangat minim, terbatasnya dukungan bagi para guru dan juga ketidakhadiran guru/kepala sekolah.
Oleh karena itu, UNICEF telah ikut serta dalam membantu para guru seperti Basilus.
Kampung Poumako. ©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker |
Saat ini UNICEF sedang melaksanakan Program Pendidikan di Daerah Perdesaan dan Terpencil untuk Provinsi Papua di Poumako dan 119 sekolah lainnya di seluruh Tanah Papua. Program ini bertujuan untuk melawan berbagai jenis tantangan yang disampaikan oleh Basilus. Program ini akan menguji pendekatan yang efektif dan berkelanjutan untuk meningkatkan hasil pembelajaran membaca dan menulis di kelas-kelas awal.
Di sekolah-sekolah ini, UNICEF akan memberikan pelatihan guru dan kepala sekolah, materi belajar dan mengajar yang relevan secara budaya, sistem pemantauan dan evaluasi, dan kampanye pendidikan bagi orang tua, masyarakat dan pemerintah.
"Membaca dan menulis merupakan hak dasar bagi semua anak," kata Spesialis Pendidikan UNICEF Papua Monika Nielsen, "Kemungkinan untuk berhasil bagi anak yang bisa membaca dan menulis lebih besar dalam hidup mereka. Membaca dan menulis merupakan sarana penting untuk membebaskan mereka dari kemiskinan. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan anak dalam membaca dan menulis dapat menimbulkan dampak positif terhadap seluruh masyarakat."
Bagian penting dari program ini adalah mengirimkan mentor guru untuk mengunjungi sekolah-sekolah perdesaan dan terpencil. Mentor ini melatih para guru dengan teknik membaca dan menulis inovatif. Pak Ferdi adalah salah satu mentor tersebut. "Membaca dan menulis memberikan kekuatan kepada orang-orang muda," katanya, "Mereka akan dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang matematika dan bisnis. Hal ini sangat penting bagi masa depan mereka."
Ketidakmampuan membaca dan menulis tinggi di antara para siswa di Poumako. ©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker |
Jalan ke depan masih panjang. Ketidakmampuan membaca dan menulis endemik di Papua. Di antara seluruh penduduk, lebih dari 40 persen tidak bisa membaca dan menulis. Angka ini sangat mengejutkan di beberapa daerah dataran tinggi, yang mencapai 92%. Indikator menunjukkan bahwa angka-angka terus meningkat.
Tetapi solusinya dimulai dengan anak-anak, seperti Kristopher. Sejak mengikuti program UNICEF, tanda-tandanya nampak positif.
Setelah sebagian besar teman kelasnya menyelesaikan tugas menulis tersebut, Kristopher menunjukkan selembar kertas. Bunyinya: Nama saya Kristopher.