Ketika Tina Hiluka dari Desa Muliama, Papua, melahirkan anak bungsunya tahun lalu, pengalamannya sangat berbeda dengan ketika ia melahirkan keempat anak-anak lainnya.
Kali ini ia melahirkan di sebuah Puskesmas dengan bantuan seorang bidan terlatih, bukan di rumahnya sendiri dengan hanya ditemani anggota keluarganya.
"Mereka memberi saya minum ketika haus, dan juga makanan ketika saya lapar," kata Tina dalam dialek setempat. "Di rumah, tidak ada yang benar-benar bisa merawat saya seperti itu."
Seminggu sebelum ia melahirkan bayi laki-laki yang sehat, Tina tinggal di rumah menunggu bersalin Puskesmas Kecamatan Assologaima, sehingga memungkinkan dia untuk menerima layanan dasar ini. Dia juga menetap selama seminggu setelah melahirkan untuk belajar tentang cara terbaik memberikan makan dan merawat bayinya.
Seperti Tina, banyak perempuan dari daerah pegunungan provinsi ini harus berjalan selama berjam-jam dari desa-desa terpencil mereka ke Puskesmas. Hal ini mempersulit mereka dalam memeriksakan kehamilan secara rutin dan dalam mencari layanan kesehatan bagi bayi mereka.
Tahun lalu, sebuah honai bersalin, rumah tradisional Papua yang terbuat dari kayu dan jerami, telah dibangun agar mereka bisa menginap selama minggu-minggu terakhir kehamilan dan setelah melahirkan. Di honai ini, mereka memiliki akses langsung ke bidan terlatih yang dapat memberikan perawatan jika komplikasi medis timbul selama dan setelah melahirkan. Keberadaan honai ini juga memberikan kesempatan untuk mengajarkan tentang praktik menyusui dan perawatan yang baik untuk bayi mereka.
Ini adalah salah satu inisiatif utama untuk memerangi masalah gizi di Kabupaten Jayawijaya, di mana sebagian besar penduduk tinggal di gunung tanpa akses listrik, telekomunikasi, air dan transportasi.
Terletak di Lembah Baliem di Kabupaten Jayawijaya, Puskesmas Assologaima melayani 37.535 orang yang tinggal di 41 desa di sekitar pegunungan. Puskesmas ini adalah satu dari beberapa Puskesmas di kabupaten tersebut yang diuntungkan oleh program Maternal and Young Child Nutrition Security Initiative in Asia (MYCNSIA), sebuah program gabungan antara Uni Eropa (EU) dan UNICEF.
Uni Eropa dan UNICEF meluncurkan MYCNSIA pada tahun 2011 untuk meningkatkan gizi ibu hamil dan anak-anak di Indonesia dan negara-negara lainnya. Program ini mendukung pemerintah dalam merancang dan meningkatkan skala pelayanan gizi penting bagi anak-anak dan perempuan. Termasuk dalam hal ini adalah penguatan kapasitas petugas kesehatan dan relawan untuk memberikan nasihat kepada para ibu tentang bagaimana melindungi diri dan anak-anak mereka dari masalah gizi.
Bidan Naomi Mulait menimbang berat seorang bayi dibantu oleh relawan Wemin Wetipo di Posyandu Air Garam, kecamatan Assolokobal, Papua. ©UNICEFIndonesia/2015/Devi Asmarani |
Di Indonesia satu dari sepuluh anak-anak memiliki berat badan lahir yang rendah, sering kali karena ibu mereka kekurangan gizi sebelum dan selama kehamilan. Pada tahun 2013, hampir 9 juta anak terkena stunting, atau terlalu pendek menurut usia, dan hampir 3 juta anak-anak terkena wasting, atau terlalu kurus menurut tinggi badan, karena asupan gizi yang tidak cukup dan sering terkena infeksi. Anak-anak yang kekurangan gizi akan berprestasi kurang maksimal di sekolah dan akan kurang produktif ketika dewasa, sehingga mempengaruhi pendapatan dan mempersulit mereka keluar dari lingkar kemiskinan.
Program MYCNSIA berfokus pada intervensi untuk mencegah stunting selama masa kritis 1.000 hari pertama kehidupan, mulai dari konsepsi hingga ulang tahun kedua anak, karena sebagian besar kerusakan yang bersifat permanen terjadi pada dua tahun pertama kehidupan seorang anak.
Menyebarkan Pengetahuan
Di Puskesmas Assologaima, bidan Regina Tabuni telah melatih sekitar 30 relawan kesehatan masyarakat, juga dikenal sebagai kader, di 20 Posyandu. Para kader diajarkan tentang praktik pemberian makan sehat bagi bayi dan anak kecil dan gizi ibu, serta dilatih tentang cara memberi nasihat kepada ibu dengan efektif. Mereka menjalankan sesi informasi dan pendidikan bulanan untuk ibu hamil dan menyusui di Posyandu dan gereja-gereja, serta melakukan kunjungan rumah untuk memberikan konseling secara individu.
"Tadinya para Ibu membuang susu pertama atau kolostrum mereka, tapi kini mereka tahu bahwa itu adalah sumber penting antibodi dan gizi," ujar Regina.
ASI eksklusif selama enam bulan sangat penting untuk menjamin pertumbuhan bayi. Banyak perempuan di pedesaan Papua yang melakukannya hanya selama satu atau dua bulan, dan memberi bayinya makanan seperti ubi atau bahkan lemak babi ketika mereka masih terlalu muda.
“Para kader menemani ibu-ibu hamil di rumah tunggu bersalin sampai mereka melahirkan. Mereka mengajarkan cara terbaik untuk menyusui, dan memberi saran tentang cara menyiapkan makanan bergizi untuk anak mereka ketika mereka siap untuk makanan pendamping ASI,” jelas Regina. “Makanan pendamping ini bisa datang dari sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, serta umbi-umbian yang tumbuh di daerah sekitar.”
Sebagai seorang kader, Iria Wantik (27) dari Desa Kimbim sering mengunjungi rumah-rumah ibu hamil dan baru melahirkan di lingkungannya. Ia menimbang berat mereka di Posyandu untuk memastikan bahwa pertumbuhan mereka ideal, serta memberi nasihat tentang gizi dan kebersihan. Ia menganjurkan para ibu hamil untuk memeriksa dengan bidan setiap dua atau tiga bulan, dan agar mereka tinggal di rumah tunggu bersalin jika sudah akan melahirkan.
“Setiap Minggu setelah misa di gereja, saya berbicara tentang gizi dan kebersihan,” ucapnya.
Program MYCNSIA juga melibatkan para pemimpin agama dengan beberapa pendeta yang mengikuti program pelatihan dan menggunakan khotbah untuk membangun kesadaran masyarakat tentang praktek-praktek tradisional yang berbahaya.
Ketika mengunjungi Jayawijaya baru-baru ini, Kepala Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Olof Skoog menyoroti bahwa, "UNICEF telah menerapkan proyek dengan pemahaman penuh terhadap budaya lokal, bekerja sangat erat dengan bidan setempat, kader dan pemimpin agama."
Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia Gunilla Olsson mengatakan bahwa dia sangat gembira melihat besarnya komitmen dan keterlibatan para kader dan petugas kesehatan; dampak mereka bagi kehidupan perempuan dan anak-anak; serta bagaimana layanan dasar kesehatan dan persalinan telah diperkuat.
"Seorang perempuan yang dulunya bisa meninggal akibat komplikasi karena tidak memiliki akses kepada bidan terlatih kini bisa melahirkan dalam lingkungan yang aman dan mendapatkan manfaat dari sesi konseling tentang gizi anak," ucap Gunilla ketika di Jayawijaya. Dia juga menyatakan penghargaannya ketika mendengar pemerintah daerah setempat telah berkomitmen untuk meningkatkan skala program ke daerah lain di kabupaten tersebut.