By Cory Rogers, Communication Officer
Bogor: “Di sini,
saat mewarnai harus pelan-pelan, karena Alifah suka sekali sampai-sampai tidak
mau berhenti,” ujar Neng Selphia, 29 tahun, salah seorang guru di Kelompok
Bermain dan Taman Kanak-Kanak (KB/TK) Aisyayah Baiturrahman, Kecamatan
Leuwiliang, Jawa Barat.
Alifah yang pemalu nampak gembira saat tiba pelajaran mewarnai dan
menggambar. Dari semua warna, ia mengaku favoritnya adalah warna merah.
Waktu menunjukkan pukul 10 pagi. Matahari bersinar terik dan udara lembap terasa panas menyengat. Bersama
anak-anak usia empat tahun lainnya, Alifah duduk di lantai menikmati sarapan
bubur ayam. Tak jauh darinya, ibu Alifah menunggui sang anak dengan penuh kasih
sayang.
Dengan suara lantang,
Neng berusaha mengarahkan anak-anak agar tidak menaiki meja. “Kata apa yang
diawali huruf ‘A’?” ia bertanya. Seorang anak, satu-satunya yang menjawab di
kelas itu, berseru, “Ayah!”
Hari-hari Neng di kelas
sebagian besar diisi dengan kegiatan prakarya, mengajarkan anak-anak menempel
kertas menggunakan lem, dan mencegah mereka berjalan-jalan ke luar kelas.
“Kami perlu lebih banyak
pelatihan tentang pendekatan terhadap anak yang berbeda-beda perangainya: ada
yang mudah kesal, mudah menangis, dan lain-lain,” kata Neng. Rak di belakangnya
penuh dengan kertas yang sudah separuh diwarnai serta dua set blok kayu dengan
warna yang telah pudar—menanti untuk diganti.
Hanya sedikit lembaga
pendidikan prasekolah di Kabupaten Bogor—wilayah dengan tingkat partisipasi
prasekolah terendah di Jawa—yang memiliki guru berpendidikan S1. Jumlah ini
kian mengerucut untuk KB/TK yang memiliki guru dengan pendidikan sebagai guru
prasekolah.
“Kami juga butuh
evaluasi [kinerja sebagai guru],” Neng menambahkan.
Program Percobaan untuk PAUD
Sebagai bagian dari
program tiga tahun untuk pengembangan pendidikan anak usia dini
(PAUD)—inisiatif yang dipimpin UNICEF dan didanai IKEA—Neng dan ratusan guru
lain di Bogor akan menerima pelatihan metode ajar berbasis permainan yang
disesuaikan dengan usia peserta didik. Dana juga akan diberikan pada
sekolah-sekolah untuk meningkatkan mutu perangkat ajar, membeli permainan
edukatif, dan memperbaiki kondisi ruang kelas agar lebih aman bagi anak-anak seperti
Alifa.
Di Aisyayah Baiturrahman
sendiri, dana yang akan diberikan kemungkinan besar hendak dimanfaatkan untuk
mengganti atap seng dan memperbaiki dinding yang saat ini dibuat dari bahan
triplek yang ringkih. “Kalau didorong anak-anak, dinding bisa jatuh. Saya
khawatir anak-anak terluka,” ucap Neng.
Program di atas akan
mendukung 100 lembaga PAUD di Kabupaten Bogor dan bertujuan meningkatkan kualitas
semua aspek pengajaran, “membantu guru dan orangtua menumbuhkan kemampuan
sosial dan kognitif dasar yang dibutuhkan anak untuk mengembangkan potensinya,”
kata UNICEF Indonesia Education Officer Meliana Istanto.
Semangat program ini
adalah menanamkan pemahaman “bermain sebagai sarana belajar” bagi guru dan
orangtua. Sementara, kemampuan baca-tulis sebaiknya diajarkan di tingkat TK,
saat otak anak sudah lebih berkembang dan siap menerima pelajaran itu. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa menerapkan pendekatan ini untuk PAUD adalah salah
satu cara terbaik memastikan setiap anak punya kesempatan setara untuk berprestasi
di kemudian hari.
Namun, memperkenalkan
pendekatan ini pada orangtua adalah tantangan tersendiri. Menurut Misem Hidaya
(pengelola 10 PAUD di Kabupaten Bogor dan bergelar S1 bidang pendidikan usia
dini), orangtua justru bingung saat mendapati guru PAUD yang tidak menekankan
pelajaran baca-tulis.
“Ada orangtua yang malah
merasa biaya yang mereka keluarkan sia-sia,” kata Misem. Biaya yang dimaksudnya
adalah SPP senilai sekitar Rp40.000 per bulan yang menunjang biaya operasional
sekolah meski tidak besar. “Penting bagi kami [guru] menjelaskan bahwa PAUD
berbeda dengan SD—di PAUD, pengajaran disesuaikan dengan usia anak,” katanya.
Pembelajaran sesuai usia
berarti anak-anak mengikuti waktu bermain yang terarah serta menitikberatkan
pada pengembangan kemampuan motorik dan sosial.
Dalam hal Alifah, Ibu
Reni menceritakan bahwa ia melihat betapa kegiatan menggambar dan mewarnai
bersama-sama teman sebaya membuat anaknya lebih mandiri.
“Mudah-mudahan, PAUD
bisa membuat Alifah lebih pintar dan percaya diri,” tambahnya.
Harapan ini juga yang
dimiliki oleh ratusan keluarga yang akan menerima manfaat program pengembangan
PAUD di Kabupaten Bogor.
“Saya ingin Alifah punya
cita-cita yang lebih tinggi dari saya. Sekarang saja, ia sudah lebih berani.”