Fatul dan Akhsan di
Posyandu memamerkan ibu jari ungu yang menandakan seorang anak telah menerima
vaksin MR © Cory Rogers / UNICEF / 2017
|
Semarang: “Istri saya karyawan pabrik garmen. Jam kerjanya pagi hingga siang, saya bekerja malam,” kata Fathul, warga Regunang—desa teduh yang terbentang naik dan turun di Jawa Tengah. Gunung Merbabu berketinggian 3.145 m perlahan terlihat menjulang dari sela-sela lembah.
“Hari ini, hanya saya yang mengantar.”
Meski menjadi satu-satunya pasangan ayah-anak di halaman Posyandu pada hari itu, Fathul dan putranya yang berusia 3 tahun, Akhsan, tidak nampak jengah. Sama seperti 30 pasang ibu-anak lainnya di sana, mereka datang untuk mendapatkan vaksin Campak dan Rubella (MR)—dua penyakit yang meskipun dapat dicegah, namun bisa menimbulkan dampak fatal bagi anak yang terjangkit.
“Sakit?” tanya Fathul pada Akhsan yang sedang asyik mengamati sekumpulan anak-anak balita lain—tampak antara takut dan lega—seolah terpukau melihat hiruk-pikuk di sekelilingnya. Menjawab pertanyaan ayahnya, Akhsan hanya menggelengkan kepala. “Dia tidak menangis!” seru Fathul bangga. “Sama sekali tidak!”
Situasi serupa saat ini tengah berlangsung ribuan kali di seluruh Jawa setelah Pemerintah menargetkan 35 juta anak usia 9 bulan hingga 15 tahun mendapatkan imunisasi MR pada akhir September. Tahun depan, 35 juta anak lain di luar Jawa menanti layanan yang sama. Menilik jumlah anak yang menjadi sasaran, kegiatan ini adalah kampanye imunisasi Pemerintah yang terbesar hingga sekarang.
© 2017 Globe Media Lt |
Dalam waktu enam pekan sejak kampanye berdurasi dua bulan ini dimulai, sebanyak lebih dari 30 juta anak telah diimunisasi. Tak lama lagi, target penerima vaksin dapat dicapai. Menurut para tenaga kesehatan, perangkat teknologi baru bernama RapidPro—alat pemantauan kesehatan tanpa biaya, berbasis SMS, dan bersifat mobil yang dikembangkan UNICEF—menjadi penentu keberhasilan yang penting.
“RapidPro membantu kami mendapatkan informasi [cakupan imunisasi] dengan segera, dan masalah dapat langsung terlihat,” kata Ibu Ani, kepala Dinas Kesehatan Semarang—kabupaten tempat Akhsan berada. RapidPro telah diujikan di Jakarta beberapa tahun yang lalu, namun inilah kali pertama perangkat ini digunakan secara meluas hingga tingkat nasional oleh Pemerintah.
“Teknologi ini sederhana dan mudah digunakan,” lanjut Ibu Ani. “Selain itu cepat dan akurat.”
Seperti apa Peran RapidPro?
Sejak kampanye MR diresmikan pada awal Agustus, RapidPro menyediakan analisis cakupan imunisasi secara langsung di tingkat Puskesmas. Pulau Jawa memiliki 3.617 Puskesmas, dan analisis cakupan belum pernah mencapai tingkat perincian seperti sekarang ini.
Di Puskesmas, terdapat tenaga khusus yang bertugas memeriksa jumlah anak yang sudah diimunisasi dengan cara mengunjungi sekolah di area Puskesmas (pada fase Agustus untuk anak usia 6-15 tahun) atau Posyandu (pada fase September untuk bayi dan balita). Hasil berupa data angka dikirimkan via SMS ke basis data pusat di Jakarta.
Data tersebut—yang bisa ditampilkan berdasarkan hari, pekan, atau bulan—diunggah ke panel utama (dashboard) RapidPro. Pengguna dashboard dapat melihat semacam skor yang menunjukkan provinsi, kabupaten, dan Puskesmas yang memenuhi target imunisasinya. Setiap Puskesmas dan kabupaten memiliki kode tersendiri sehingga masalah yang muncul dapat dengan cepat dipetakan.
“Dengan mengetahui data secara terbuka, proses kerja juga menjadi lebih akuntabel. Jika ada unit yang tertinggal, hal ini menjadi lebih mudah diketahui, sampai ke tingkat Puskesmas,” jelas Made Suwancita, pengelola RapidPro dari UNICEF Indonesia. “Dalam hal kampanye MR, pemantauan semacam ini turut mendorong kompetisi sehat antar-pemerintah daerah dan membantu memastikan tidak ada anak yang terlewat.”
Made dan tiga staf lain dari UNICEF juga mengelola layanan aduan dan bantuan Rapidpro; namun, seiring dengan berjalannya kampanye, banyaknya pertanyaan semakin berkurang.
Menurut Susmiyati, koordinator imunisasi di Puskesmas Tangeran, Kabupaten Semarang (satu dari 26 Puskesmas yang berada di bawah Dinas Kesehatan Semarang), “tantangan RapidPro sebetulnya hanya di jaringan yang terkadang tidak stabil. Ada kalanya, SMS sulit terkirim. Selain dari itu, prosesnya cukup jelas dan tidak rumit.”
Susmiyati juga memuji kemampuan RapidPro mengatasi banyak kekurangan yang biasa dijumpai pada sistem kerja manual menggunakan kertas.
Dalam program-program imunisasi terdahulu, data cakupan dicatat secara manual di setiap Puskesmas kemudian dikirim ke tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Proses ini dapat memakan waktu berhari-hari dengan risiko kesalahan yang tinggi. RapidPro menghapus proses yang tidak efisien ini sekaligus menghadirkan tabulasi data secara otomatis.
Dengan RapidPro, administrator dapat memberi tanggapan terhadap masalah dengan segera, kata Ibu Ani dari Dinas Kesehatan Semarang.
Ibu Ani di luar
kantornya di Ungaran, Semarang
|
Satu contoh yang diberikan Ibu Ani adalah ketika salah satu dari 26 Puskesmas di Kabupaten Semarang menunjukkan angka cakupan lebih rendah dari yang diperkirakan. Puskesmas langsung dihubungi dan kendala pun diketahui: separuh orangtua di sebuah pesantren dengan murid 1.000 anak khawatir vaksin MR adalah haram. Akibatnya, mereka tidak mengizinkan anak-anaknya menerima imunisasi.Tidak hanya di Semarang, penolakan semacam ini juga muncul di sejumlah wilayah lain Jawa. Sebagai respon, tokoh agama dan masyarakat menemui para orangtua secara langsung dan menyakinkan mereka bahwa imunisasi tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
“[Berkat RapidPro] saya dapat mengetahui akar masalah dengan segera,” ucap Ani, “dalam waktu 24 jam kami sudah menuju ke sana [ke sekolah]. Dulu, untuk tahu ada masalah saja butuh waktu berminggu-minggu.”
Menjelang akhir kampanye, semakin terasa peran RapidPro membantu para pejabat pemerintah menyelesaikan masalah dan memastikan setiap anak mendapatkan vaksin MR—vaksin yang dapat melindungi anak dari dampak fatal penyakit.
“Di era modern ini kita harus memanfaatkan teknologi informasi agar bisa mendapatkan informasi secara langsung dan tahu jika ada masalah,” tegas Ani.
“Menurut saya, RapidPro bisa digunakan untuk banyak hal lain.”