Annual Report

Thursday 20 April 2017

Kisah Menjadi Relawan PBB: Ilham M. Akbar

Oleh: Ilham M. Akbar, Technology, Youth & Innovation Officer

Ilham, (kanan) dalam pelatihan persiapan penugasan di Kolombo, Srianka.
Pertengahan Agustus 2016, sebuah surat elektronik bertengger di kotak masuk email yang tengah saya baca. Judulnya: “NOW HIRING: Tech Jobs for Social Good”. Ternyata, dua organisasi yang amat saya sukai, UNICEF dan CISCO, menjalin kemitraan! Tanpa berlama-lama, saya pun mengirimkan lamaran.
Ketertarikan saya berangkat dari beberapa alasan. Pertama, saya baru saja mendapatkan sertifikat Cisco untuk pengembangan jaringan komputer. Selain itu, saya memiliki minat besar untuk terjun di bidang kerelawanan. Hal ini berawal saat seorang teman meminta saya bergabung dengan
unit mahasiswa di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Saat itu, saya tengah menempuh pendidikan sarjana di sana.

Kelompok ini menamakan diri KOIN Malang dan fokus mereka adalah membantu anak jalanan agar mereka dapat menikmati pendidikan baik formal maupun nonformal. Harus saya akui, saya sangat terkejut ketika pertama kali melihat secara langsung kondisi kehidupan anak-anak itu. Bukan hanya soal kemiskinan yang membelit mereka, tetapi juga minimnya kesempatan.

Meskipun telah ada peraturan yang menjamin pendidikan gratis untuk semua anak, tetapi masih banyak sekolah yang memungut iuran, yang tidak mampu dipenuhi anak jalanan. Saya merasa terpanggil untuk membantu mereka, membantu mengatasi sistem yang tidak mendukung pemenuhan hak mereka terhadap pendidikan. Kemudian, saya melihat peluang untuk memadukan kesukaan saya pada komputer dengan keinginan untuk mengulurkan tangan, dan sebab itulah saya melamar sebagai relawan PBB untuk UNICEF.

Senang rasanya saat diterima sebagai Technology, Youth & Innovation Officer at UNICEF Indonesia. Beberapa minggu setelah dierima, saya menghadiri pelatihan di Kolombo, Sri Lanka, dan bertemu dengan orang-orang luar biasa yang berkiprah di berbagai bidang kemanusiaan di Asia. Saya belajar bahwa meskipun negara asal kami berbeda, tapi kami menghadapi tantangan pembangunan yang serupa dan kami punya kemampuan untuk saling membantu.

Melalui pekerjaan saya di UNICEF, saya mempelajari lebih jauh bagaimana “Internet of Things” (perangkat yang terhubung ke Internet) dapat mengubah cara kita memecahkan masalah. Misalnya, untuk mengatasi tingkat imunisasi yang rendah, kita dapat menggunakan sarana SMS untuk mengirim pesan kepada para ibu, mengingatkan jadwal imunisasi berikutnya. Dengan cara yang sama, kita bisa mendapatkan informasi mengenai kemajuan mereka. Cara ini menciptakan hubungan langsung dengan masyarakat, sehingga kita dapat membuat intervensi yang lebih maju, berdasarkan data yang lebih baik, dan memastikan setiap orangtua punya informasi jadwal imunisasi anak-anak mereka.

Di UNICEF, saya bekerja sama dengan tim Indonesia Innovation untuk beragam proyek. Saat ini, tengah dikembangkan perluasan platform survei berbasis media sosial  bernama U-Report Indonesia, sebagai sarana untuk remaja angkat bicara tentang isu-isu yang penting bagi mereka. Data survei, misalnya untuk isu pernikahan anak dan perisakan, disampaikan kepada pembuat kebijakan untuk membantu mereka merancang kebijakan berdasarkan aspirasi generasi muda. Tim juga tengah menyiapkan “hackathon”, kegiatan mencurahkan ide bersama sejumlah anak muda, dengan tujuan membuat permainan advokasi. Proses ini dan produk akhir nanti diharapkan membuat mereka lebih percaya diri berbicara tentang isu yang dekat dengan mereka.

Saya juga mengolah “big data”, membuat coding, dan bekerja sama dengan perusahaan teknologi maupun perusahaan rintisan. Saat ini, bersama PulseLab Jakarta, tim Innovation mencoba menggunakan big data untuk memahami dampak asap. Asap menjadi isu penting karena meskipun dampak sosial, lingkungan, dan kesehatan yang ditimbulkannya amat besar, namun belum ada data memadai mengenai dampak terhadap pendidikan. Kami pun membuat purwarupa perangkat bernama Laser Egg yang mampu mengukur mutu udara pada saat itu juga kemudian mengirim data pengukuran melalui koneksi Wi-Fi.

Dapat saya katakan bahwa menjadi relawan PBB adalah pengalaman yang membawa banyak perubahan. Saya mendapatkan pengalaman profesional yang luar bisa serta pengetahuan mengenai cara kerja organisasi internasional besar seperti UNICEF. Tapi, yang lebih penting lagi, saya dapat menggunakan kemampuan saya untuk memperbaiki kehidupan anak-anak dan berbagi dengan mereka yang membutuhkan bantuan.