Ratna dan anaknya, Ralvin, di Puskesmas Galesong ©UNICEF Indonesia/2014/Ramadana |
GALESONG, Sulawesi Selatan, Agustus 2014 - Ratna
Adam mulai merasakan nyeri persalinan sekitar pukul sepuluh malam. Dia sedang berada
di rumahnya di desa Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Suaminya yang
seorang nelayan sedang bekerja di Kalimantan, sehingga orang pertama yang dipanggilnya
adalah seorang dukun bersalin bernama Basse Cama.
Ibu
Basse telah membantu para ibu di Galesong melahirkan selama 33 tahun dan sangat
dihormati masyarakat. Dia tinggal sekitar lima menit jalan kaki dari rumah
Ratna. Ia pun bergegas untuk membantunya.
Merasa
lebih tenang berkat kehadirannya, Ratna setuju untuk mencari bantuan di pusat
kesehatan setempat. Ratna memiliki seorang putri berusia tujuh tahun, namun
kehamilan keduanya berakhir dengan keguguran, jadi ia ingin memastikan bahwa
semuanya berjalan lancar kali ini. Ibu Basse segera memanggil becak motor untuk
mengantar mereka ke Puskesmas.
Setibanya
di sana, mereka disambut oleh Syarhruni, seorang bidan muda yang sedang
bertugas malam itu. Bayi Ratna berada dalam posisi sungsang, di mana posisi
kepala dan kaki terbalik. Setelah mengalami kontraksi selama dua jam, salah
satu kaki si bayi akhirnya muncul. Namun karena proses persalinan Ratna tidak
berjalan selancar yang semestinya, Syarhruni memutuskan bahwa ia harus dibawa
ke rumah sakit.
Ratna
segera dilarikan dengan ambulans ke rumah sakit Takalar, sekitar setengah jam
dari situ. Ibu Basse turut mendampinginya, memijat perutnya dan meyakinkannya
bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Menurut
saya kehadirannya membawa berkah, dan dia juga membantu kurangi rasa sakit
saya," kata Ratna tentang Ibu Basse.
Kehadiran terpercaya
Beberapa tahun yang lalu, para perempuan di Galesong bergantung
sepenuhnya pada dukun untuk membantu mereka melalui persalinan. Para dukun bersalin
menyediakan dukungan moral, dan ritual kelahiran mereka, seperti memijat perut
ibu, dianggap bisa membantu kelancaran persalinan.
Para ibu lebih percaya pada dukun dibandingkan bidan-bidan
muda yang baru, karena mereka lebih tua dan dikenal. Namun mereka tidak tahu
bagaimana menemukan tanda-tanda komplikasi dalam persalinan, seperti eklampsia
atau kelahiran sungsang. Mereka juga jarang mencari bantuan dari orang lain,
terutama penyedia layanan kesehatan.
Departemen Kesehatan, dengan dukungan oleh mitra pembangunan
seperti UNICEF, telah berupaya untuk mengubah hal ini. Pada tahun 2007, mereka
memulai sebuah program pelatihan bersama untuk para bidan dan dukun dari lima
puskesmas di dua kecamatan di Takalar, agar mereka bisa bekerja sama dalam
meningkatkan standar kesehatan perempuan. Dukun bersalin ditunjukkan bagaimana
mengenali tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan, serta dilatih tentang
pentingnya membujuk ibu hamil untuk menemui bidan.
Para bidan diajarkan bahwa dukun persalinan dapat membantu
mereka untuk menjangkau lebih banyak perempuan dan memastikan mereka hadir
dalam proses persalinan.
Para dukun dan bidan di Galesong kini bekerja sama dan
melengkapi keterampilan masing-masing untuk membantu ibu hamil. Para bidan
membawa keahlian teknis yang terbaru, sedangkan para dukun membawa hubungan dan
kredibilitas yang sudah lama terbentuk di masyarakat.
Dulu, sekitar 12 perempuan meninggal di Kabupaten Takalar
setiap tahun akibat komplikasi dalam kehamilan dan persalinan. Sejak program ini
dimulai pada tahun 2007, angka tersebut telah menjadi nol.
Program ini juga telah diperluas pada tingkat nasional,
karena merupakan langkah pertama untuk meningkatkan penggunaan layanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir di puskesmas. Kini program tersebut telah dijadikan
standar pelayanan minimal di puskesmas untuk program kesehatan ibu.
Keadaan darurat
Sistem perujukan di Takalar ini masih belum sempurna.
Setelah setengah jam di dalam ambulans, Ratna dan Ibu Basse tiba di rumah sakit
Takalar, namun mereka disambut oleh berita buruk. Dokter spesialis obstetrik sedang
tidak di tempat, dan tidak ada seorang pun di sana dengan keahlian yang cukup
untuk membantu.
Pada saat ini, kedua kaki si bayi sudah terlihat tetapi badannya
seakan tersangkut. Mereka kembali ke ambulans dan kembali melewati Galesong menuju
kota Makassar.
Mereka sampai di rumah sakit sejam kemudian, dan dengan bantuan
tenaga ahli dan oksigen, Ratna berhasil melahirkan anaknya secara alami. Ralvin
lahir pada pukul 02:30 pagi.
Ralvin bersama (kiri - kanan) ayahnya, ibunya, dan Ibu Basse
©UNICEF Indonesia/2014/Ramadana |
Meski sistem rujukan ini masih memiliki kekurangan, Ratna
berhasil menerima perawatan medis tepat waktu berkat upaya bersama Ibu Basse
dan Syarhruni.
Dua bulan kemudian, Ratna dan Ralvin berada dalam kondisi
yang baik. "Menurut saya Ibu Basse membawa berkah dalam persalinan
saya," ucap Ratna. "Saya tidak mungkin bisa melakukannya tanpa
dia."