Lukas menghadapi masa depan yang tidak pasti. ©RayendraThayeb/ACF |
Lukas adalah anak usia dua tahun dari desa Oebola Dalam di NTT. Anak ini berjuang untuk bermain, berjalan dan bahkan kadang-kadang berdiri. Lukas sangat lemah dan nampak kurus.
Seorang petugas kesehatan baru-baru ini mengukur lingkar lengan atas Lukas yang hanya 10,8 cm. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ia menderita kekurangan gizi sangat kurus. Lukas sangat rentan terhadap penyakit dan bahkan kematian.
Ayah Lukas menjelaskan kondisi ekonomi keluarganya: "Kami hanya menanam dan menjual hasil dari kebun kami yang kecil. Dari hasil ini, kami memperoleh pendapatan kira-kira Rp 200.000 setiap bulan," katanya. "Oleh karena itu, saya hanya bisa memberikan makan dua kali sehari untuk keluarga saya."
Makanan sehari-hari keluarga ini adalah nasi atau mie dengan sedikit sayuran. Keluarga ini hanya bisa makan ikan atau makanan lainnya yang kaya akan protein dua kali sebulan. Pola makan yang buruk seperti ini, yang jauh dari menu seimbang, menyebabkan anak menderita kekurangan gizi.
Lukas seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari petugas kesehatan setempat pada waktu yang lalu. Tetapi sayangnya, keluarga tersebut tidak mampu membawanya ke Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Ayahnya harus mencurahkan segala perhatiannya pada urusan keluarga dan ibunya saat ini bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia. Sementara itu, kondisi Lukas semakin memburuk.
Ada banyak anak seperti Lukas di NTT. Lebih dari 15 persen anak di daerah ini menderita kekurangan gizi, kurus dan sangat kurus, sementara 51% mengalami stunting (artinya mereka memiliki tubuh terlalu pendek untuk usia mereka).
Provinsi NTT sedang menghadapi krisis kekurangan gizi. Kondisi ini akan menjadi lebih buruk karena kekeringan akibat badai El Nino di daerah tersebut. Penurunan panen akan meningkatkan harga pangan, dan kekurangan air akan meningkatkan resiko diare, penyebab lain dari terjadinya kekurangan gizi.
Kurangnya kesadaran tentang gizi yang tepat di antara anggota masyarakat mempersulit situasi ini. Hanya sedikit keluarga yang memahami cara terbaik untuk memberi makan anak-anak mereka dengan makanan bergizi yang tersedia secara lokal dan dalam sarana ekonomi mereka.
Banyak keluarga tidak mengakui gizi kurang akut parah sebagai darurat medis dan tidak mencari layanan ketika anak-anak mereka sangat kurus.
Situasi ini menyebabkan ribuan anak beresiko. Anak-anak yang menderita gizi kurang pada awal kehidupan cenderung menunjukkan prestasi yang buruk di sekolah karena gangguan kemampuan belajar dan kurang produktif sebagai orang dewasa karena gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik. Dan dalam kasus-kasus serius, dapat timbul penyakit dan terjadi kematian.
UNICEF bekerja sama melalui kemitraan dengan Action Contre La Faim untuk menangani krisis ini. Kami mendukung Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah untuk memberikan layanan guna mengidentifikasi anak-anak yang menderita kekurangan gizi sangat kurus dan merawat mereka secara tepat.
UNICEF juga meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dan kader untuk memberikan konseling kepada para ibu tentang menyusui dan makanan pendamping ASI sehingga kemungkinan anak-anak mereka untuk mengalami kekurangan gizi menjadi lebih kecil.
Ayah Lukas berharap bahwa suatu hari ia akan dapat mengubah keadaan mereka. Ia ingin dapat memberi makan anak-anaknya secara layak dan memberikan kesempatan hidup yang terbaik bagi mereka.