Annual Report

Wednesday, 30 November 2016

Suara anak muda menginspirasi solusi di Ende

Oleh Kate Rose, Communication Specialist, UNICEF Indonesia

“Ayo, maju dan tunjukkan ide kalian” ucap Sulastri dengan senyum terkembang. Hujan turun dengan derasnya di luar tenda terpal biru, tapi itu tidak menyurutkan semangat sekitar 40 orang anak muda yang berkumpul dibawahnya. Begitu jugadengan anggota masyarakat lainnya yang mengelilingi kelompok yang penuh semangat itu, yang menonton pembukaan acara. Sindi maju dan menjelaskan kepada teman sebaya dan orangtuanya tentang rencana tangki air, usulan dari kelompoknya untuk membantu desa mereka.

Sindi mempresentasikan desain tangki air.
© UNICEF Indonesia / 2016
Sindi dan teman-temannya telah menjadi bagian dari Lingkaran Remaja di desa mereka selama beberapa bulan.  Ini adalah kelompok yang dijalankan oleh relawan fasilitator Sulastri dan merupakan kesempatan bagi semua anak untuk berkumpul, bersenang-senang, mempelajari hal baru dan terlibat dalam beragam cara. Salah satu aktivitasnya adalah kerja sama dengan UNICEF melalui mitra lokal Child Fund, yang berusaha melibatkan anak-anak untuk mencari solusi bagi masalah yang memengaruhi masyarakat mereka.

Indonesia adalah negara dengan keberagamannya, tempat bencana alam sering terjadi, mulai dari banjir lokal hingga gempa bumi yang menghancurkan segalanya. Di banyak wilayah, bencana alam terjadi dalam skala yang cukup kecil, dan seringkali sulit diduga kapan dan di mana terjadinya. UNICEF bekerja sama dengan Lingkaran Remaja, yang umumnya berada dalam Forum Anak Desa atau Kota, seperti kelompok Sulastri untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah-masalah yang memengaruhi anak-anak dan untuk mengembangkan ide-ide baru tentang apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.

Ada sejumlah forum anak di Ende, Pulau Flores, semuanya dijalankan oleh relawan muda seperti Sulastri, dan semuanya diundang hari ini untuk membagikan ide yang telah mereka kembangkan.

Pertama-tama, fasilitator berbicara kepada anak-anak tentang apa yang mereka maksud dengan 'bencana alam' dan mereka segera menyadari bahwa mereka harus memperluas penafsiran mereka sendiri tentang kata-kata itu.  “Awalnya anak-anak itu tidak mengerti apa yang kami maksud, mereka pikir kami berbicara tentang 'bencana total'” ucap Indah, fasilitator dari kelompok lain. Kebanyakan anak belum pernah mengalami bencana. Sebenarnya, desa Indah terakhir kali mengalami bencana dalam skala besar di tahun 1992, jauh sebelum anak-anak itu lahir.

Sebagian besar pembicaraan kemudian mengarah pada bagaimana lingkungan yang alami berdampak pada kehidupan keluarga. “Saat ada banjir, kadang itu berarti orangtua kita tidak bisa pergi ke sawah, atau kita tidak bisa pergi ke sekolah selama satu hari.” ujar seorang gadis kecil dari kelompok setempat, berpakaian tradisional yang dijahit oleh ibunya. Tapi banjir tidak dipandang terlalu mengganggu kehidupan sehari-hari. “Mereka tidak mengkhawatirkan banjir!” kata Sulastri “itu yang mereka lihat setiap hari!”

Anak-anak mengambil bagian saat warga komunitas menonton.
© UNICEF Indonesia / 2016
.
Sebaliknya, banyak kelompok termasuk kelompok Sulastri dan Indah, menyadari bahwa masalahnya dimulai saat musim hujan berakhir. “Kami menyadari bahwa di musim kemaraulah saatnya anak-anak melihat masalah.” Ucap Deni, yang bekerja bersama Indah sebagai fasilitator di kelompok yang sama. “Tidak ada cukup air, semuanya mengering.” Jadi dari situlah mereka mulai, dan bersama-sama mereka mencurahkan pendapat untuk mencari solusi.

Dalam kelompok Sulastri, anak-anak menyimpulkan bahwa mereka harus mendesain sebuah tangki penyimpanan air. Di musim kemarau, hanya ada sedikit air yang tersedia, dan ada saatnya air yang tersedia terlalu kotor untuk digunakan. “Kami memerlukan tangki sehingga kami bisa mendapatkan air bersih saat ada banjir!” Sindi menjelaskan kepada mereka. Banyak dari mereka mengangguk setuju karena mereka tahu solusi ini harus ditemukan dan diinspirasikan oleh ide anak-anak.

Fasilitator Sulastri berbicara tentang desain kelompoknya untuk tangki penyimpanan air di desa. © UNICEF Indonesia / 2016

Kelompok Indah dan Deni juga melihat ke awal mula masalah besarnya kebutuhan akan air. Kelompok ini melakukan curah-pendapat ide dan bersama-sama setuju bahwa masalah yang paling penting adalah kurangnya air. “Kita masih menggunakan air sungai!” kata Indah “Ayo kita cari sumber air yang baru!” Kelompok ini memberikan presentasi tentang sistem peletakan pipa air baru yang rumit, yang menghubungkan desa dengan sumber air gunung terdekat. Saran mereka memang masih mentah, dan memerlukan dukungan dari masyarakat dan pemerintah, tapi begitu juga ide-ide tentang kelangsungan hidup.

Untungnya, presentasi itu adalah kesempatan besar untuk mencari opini - seorang petugas pemerintah setempat ada di antara hadirin dan berdiri untuk menanggapi ide mereka. “Gunung ini adalah sumber air minum terbesar di wilayah ini, tapi gunung ini terlalu jauh. Memang masih banyak air yang belum turun ke desa" dia berkata, memberikan harapan kepada kelompok itu bahwa mereka telah memulai di jalur yang benar...Sekarang mereka hanya perlu menjadikannya solusi.

“Anak muda dapat menjadi contoh teladan yang sangat penting.” Kata Indah, terinspirasi oleh antusiasme dan menyadari bahwa ia juga dapat memiliki peranan yang lebih besar. “Sebenarnya kakak saya adalah kepala desa, jadi saya telah berbagi ide mereka dengannya dan kita lihat apakah kami bisa mendapatkan dukungan lebih banyak lagi.”

Anak-anak dari Ende berkumpul bersama untuk berbagi ide yang dapat memperbaiki desa mereka. © UNICEF Indonesia / 2016

Kegiatan hari itu adalah perayaan dari sesuatu yang telah dicapai sejauh ini, juga merupakan kesempatan untuk bercermin dan belajar satu sama lain, dan bukan hanya untuk anak-anak muda itu saja. Para fasilitator sangat bersemangat tentang hal-hal lain yang dapat mereka capai dengan kelompok mereka, dan penuh dengan ide untuk lebih melibatkan kaum muda, dan belajar lebih banyak dari mereka.