Lauren Rumble, Kepala Perlindungan Anak UNICEF Indonesia
Salah satu bagian terbaik dari pekerjaan saya di UNICEF Indonesia adalah bekerja dengan anak muda Indonesia. Saya beruntung untuk bisa bertemu dengan pemuda-pemuda yang berdedikasi, kreatif dan inspiratif—banyak yang betul-betul membawa perubahan di dalam komunitas mereka sendiri.
Belum lama ini saya bertemu dengan tim Sudah Dong, sebuah organisasi nirlaba yang dijalankan oleh anak muda, untuk anak muda dan fokus pada banyak upaya menangani masalah bullying.
Sudah Dong bertujuan untuk memobilisasi aksi damai dan dukungan rekan sebaya dalam mengakhiri bullying. Pada bulan Juni, Sudah Dong merilis buku manual untuk anak dan remaja pertamanya dengan judul “End Bullying,” yang diharapkan dapat tersebar ke satu juta anak di seluruh nusantara. Dalam dua minggu, 625 buku telah diungguh (anda bisa ungguh buku manual di sini)
Dirilisnya buku manual ini tepat pada waktunya: Indonesia adalah negara dengan tingkat kekerasan fisik terhadap siswa yang tertinggi di dunia (40 persen). Lebih dari 50 persen siswa telah mengalami bullying di sekolah. Sekolah, wadah belajar dan perlindungan, untuk banyak siswa, adalah tempat paling aman yang mereka punya.
Penyebab bullying di Indonesia tidak dimengerti secara luas, tetapi akibatnya adalah kesedihan. Anak-anak yang mengalami bullying bisa menderita gangguan kesehatan mental, depresi, dan kecemasan serta kegagalan dalam perkembangan akademis atau bahkan putus sekolah.
Anak-anak yang mengalami kekerasan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami itu semua. Korban dan saksi kekerasan domestik, bullying, atau kekerasan seksual juga berisiko untuk melakukan kekerasan ketika dewasa.
Sudah Dong ingin menghentikan lingkaran kekerasan tersebut. Mereka percaya bahwa anak muda tidak ingin melakukan kekerasan, tetapi dipaksa oleh keadaan. Para korban kerap menderita dalam bisu. “Bullying adalah hal yang tabu. Banyak korban yang takut untuk membicarakan pengalaman mereka,” ujar Katyana. “Perploncoan, program orientasi sekolah yang mengusung kekerasan, dan ancaman sehari-hari dianggap normal, sementara itu anak-anak terlalu takut untuk mengadukan.”
Sudah Dong percaya anak-anak perlu tahu bahwa mereka tidak sendirian jika mereka mengalami bullying. Organisasi ini sudah membuat sebuah jaringan yang terdiri dari 604 sukarelawan terlatih untuk berinteraksi online dengan anak dan remaja yang mengadukan bullying.
“Kami meyakinkan mereka bahwa mereka bukan satu-satunya. Mereka masih bisa belajar dan menjalankan hidup yang produktif. Dan mereka bisa saling mendukung,” ujar Katyana. Sudah Dong juga melakukan kunjungan ke sekolah untuk berbicara langsung dengan anak-anak tentang bullying dan mengangkat isu ini ke permukaan.
Katyanya memiliki mimpi yang besar untuk organisasinya. “Mimpi saya adalah untuk melatih sukarelawan di seluruh Indonesia untuk melakukan lebih banyak kunjungan ke sekolah-sekolah dan menggandeng lebih banyak anak.” Visi Katyana adalah untuk menginspirasi para pemuda—menunjukkan bahwa setiap orang bisa membawa perubahan dalam menghentikan kekerasan terhadap anak.
Kamu juga bisa! Bergabunglah dengan kampanye #PelindungAnak disini : https://pelindunganak.org/