“Kekerasan fisik bukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia selama
memiliki tujuan lebih tinggi."
Mendengar pernyataan tersebut, hadirin mulai merasa tidak nyaman, sebagaimana
saya bertanya-tanya: bila pandangan seperti ini dapat dengan begitu saja diungkapkan di sini, di
Makassar–di sebuah lokakarya yang bertujuan untuk menghapus kekerasan terhadap anak
(Violence Against Children - VAC) - seberapa luas tindak kekerasan ini terjadi di antara kaum muda?
Beberapa
hari kemudian di Banda Aceh, dalam lokakarya pemuda terakhir dari tiga
lokakarya yang diselenggarakan oleh Youth Network on Violence against Children
(YNVAC), jelas bahwa banyak orang memandang VAC sebagai hal yang bisa ditolerir – meskipun terdapat cukup banyak bukti terkait dampaknya yang berbahaya.
“Setelah dicubit, saya belajar untuk datang tepat waktu, jadi saya tidak
pernah terlambat lagi,” ujar seorang peserta. “Ayah saya sering memukul saya,
tapi ini membuat saya menjadi tangguh.... dipukul adalah bagian dari orientasi
sekolah, jadi normal saja melakukan hal ini,” ujar peserta lain.
Sejak
tahun 2015, kelima anggota YNVAC – Aliansi Remaja Independen (ARI), Sudah Dong,
Action! Kompak Jakarta dan Sinergi Muda – sudah bekerja keras untuk mengubah sikap
ini. Dengan
dipandu oleh pemuda, perubahan besar adalah hal yang memungkinkan.
Didasarkan pada kesuksesan lokakarya pertama mereka pada
tahun 2015, YNVAC mengundang 60 pemuda untuk ikut serta dalam lokakarya 2017. Tujuannya adalah untuk terus mempersiapkan
pemimpin muda dalam memerangi VAC.
Akan tetapi, tahun ini, lokakarya disesuaikan
dengan tantangan khusus yang dihadapi setiap kota. Di Makassar, contohnya, para peneliti YNVAC
menemukan bahwa hukuman badan merupakan hal yang sangat umum. Akan tetapi, di Surabaya
dan Banda Aceh, tindak perundungan adalah masalah yang lebih menyebar.
Peserta lokakarya Makassar menerima modul mengenai mengakhiri Perundungan “Jadilah seorang teman, bukan perundung
Di Surabaya, Yori dan Duan, dua fasilitator YNVAC bersama Sudah Dong, berbicara tentang cara mengenali tindak perundungan dalam semua bentuknya. Keduanya mempunyai pengalaman bagaimana rasanya merundung dan dirundung.
Terharu dengan kejujuran mereka, para peserta mulai bersikap terbuka. Beberapa di antara mereka berkata bahwa mereka sudah mengambil tindakan konkrit untuk mengubah kultur perundungan.
“Teman-teman saya dan saya tidak sependapat mengenai bagaimana masa orientasi dilaksanakan, sehingga ketika kami menjadi mahasiswa senior, kami menyerahkan modul baru kepada Dekan. Meskipun dibenci oleh mahasiswa senior lainnya, yang sudah berharap untuk membalas penderitaan yang pernah mereka alami, kami berhasil membangun kultur yang baru dan lebih positif,” ujar seorang peserta Makassar.
Jojo, seorang anggota ARI, menunjukkan pada peserta lokakarya Makassar bagaimana pemetaan yang cermat terhadap lapisan ekonomi, kultural, dan agama masyarakat, dapat mengungkapkan strategi intervensi yang sebelumnya tidak terlihat.
Di Banda Aceh, contohnya, kami mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Husnul, pendiri Taman Pendidikan Masyarakat di Desa Lambirah, yang berjarak 40-menit berkendara bis di sebelah selatan kota.
Anak-anak Desa Lambirah
Husnul membahas tentang penolakan terhadap pusat perlindungan anak miliknya
yang awalnya terjadi, ketika para sesepuh desa secara terus terang
mengkhawatirkan bahwa dia berusaha membawa pengaruh barat pada pemuda setempat.
Setelah melihat manfaatnya – bagaimana anak-anak mengembangkan minat untuk
membaca, contohnya, dan bukan bermain video game -- mereka lebih mendukung pekerjaannya.
“Melihat bagaimana seseorang bisa membuat dampak besar seperti itu dengan sumber daya minimal, saya termotivasi untuk memulai sebuah proyek untuk membantu anak-anak di lingkungan tempat tinggal saya sendiri,” ujar seorang peserta.
Singkat kata, dengan dukungan UNICEF, YNVAC sudah melatih 60 pemimpin VAC pemuda melalui pelatihan tahun ini. Ke-60 pemuda itu berjanji untuk merekrut 50 pemuda lain, membangkitkan harapan bahwa 3000 advokat pemuda siap untuk mulai menantang, dari bawah, sikap permisif terhadap VAC.Ketika diminta untuk memberi nasihat terakhir untuk para pemimpin muda ini, Husnul berkata langkah pertama dari perjalanan ini adalah yang tersulit.“Yang penting dalam upaya untuk membuat perubahan adalah memulainya. Namun, begitu Anda mulai, tidak ada jalan selain melangkah ke depan.”