Annual Report

Monday, 4 April 2016

Memberantas Gizi Buruk di Indonesia: ‘Anak-anak saya menangis untuk hidup – bukan mati’


Beberapa bulan yang lalu, si kembar Randy dan Rendy Tabun yang berusia dua tahun tampak rapuh, mengalami penurunan kesadaran dan terlihat sangat kurus. Mereka mengalami kekurangan gizi dan terus berbaring di atas pangkuan ibu mereka, tidak mampu berdiri atau berjalan sendiri.

Seorang perawat di desa mereka, yaitu desa Nitneo di Kabupaten Kupang, mendengar tentang hal tersebut, dan menjadikan kedua anak itu dua pasien pertama sebuah program baru untuk menangani balita sangat kurus.

Di Indonesia, kekurangan gizi yang dialami balita sangat kurus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius. Lebih dari 12 persen adalah balita kurus. Terdapat 1,3 juta balita sangat kurus di Indonesia, sementara 1,6 juta balita masuk kategori kurus (moderat). Dengan angka ini, Indonesia berada pada peringkat ke-empat dunia dalam jumlah balita kurus.

Menurut kriteria dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi gizi balita sangat kurus sangat kritis di enam provinsi di Indonesia, termasuk Provinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan tempat Randy dan Rendy berasal.

Kekurangan gizi yang dialami Randy dan Rendy terjadi ketika anak-anak tidak mendapatkan asupan kaya gizi yang cukup, atau menderita penyakit seperti malaria, diare, pneumonia dan HIV. Kekurangan gizi pada usia dini dapat merusak sistem kekebalan dan meningkatkan durasi atau tingkat keparahan penyakit menular, dan pada akhirnya— jika tidak ditangani dapat menyebabkan kematian.

Balita seperti Randy dan Rendy dalam penanganannya akan diberikan obat gizi siap saji  dan merupakan pengobatan untuk menangangi balita sangat kurus. Mereka juga mendapatkan  obat-obatan untuk mengobati masalah kesehatan lainnya.

UNICEF bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah dan Action Contre La Faim saat ini memperkenalkan layanan baru untuk mengidentifikasikan dan menangani balita sangat kurus.

Program ini juga mencoba membangun kapasitas petugas Kesehatan dan kader untuk memberikan konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak untuk mencegah kekurangan gizi pada anak sebelum hal itu terjadi. Orang tua Randy dan Rendy sudah melihat sendiri perbedaannya, karena pada usia 6 bulan anak perempuan mereka yang menerima ASI eksklusif memiliki tubuh yang lebih besar daripada kakak mereka yang kekurangan gizi!

Selama dua hari pertama perawatan, kedua anak itu menolak menghabiskan paket obat gizi mereka sambil menangis, dan lebih memilih teh dan biskuit mereka yang biasanya. Tetapi Ibu mereka terus memberikan obat gizi tersebut di depan tempat tidur mereka sehingga itu menjadi hal pertama yang anak-anak lihat ketika mereka bangun di pagi hari.

Ia berhasil.

Tidak lama kemudian kedua anak mulai menyukai dan meminta obat gizi tersebut. Hanya dalam waktu satu bulan, mereka berdua kelihatan lebih sehat dan kuat. Randy, si kembar yang berumur lebih tua, mampu berjalan, sedangkan Rendy sudah mampu berdiri dan sedang belajar berjalan.

Meskipun sebelumnya tampak ragu, kini sang Ayah mendukung program tersebut dan selalu menanyakan tentang asupan harian anak-anak sekembalinya dari bekerja.

Ibu mereka mengatakan bahwa meningkatnya kesehatan mereka menunjukkan bahwa ketekunan dan kesabarannya  sudah terbayar. “Anak-anak saya menangis untuk hidup — bukan untuk mati,” katanya. “Jadi saya harus membantu mereka bertahan hidup dengan apa yang saya percayai.”

Untuk si kecil Randy dan Rendy, program ini adalah peluang untuk masa depan yang lebih cerah dan lebih sehat.