Annual Report

Tuesday, 15 July 2014

Mencegah penelantaran dan eksploitasi anak melalui pertemuan peningkatan kapasitas keluarga

Astrid Gonzaga Dionisio, Child Protection Specialist

Yogyakarta, Juni 2014 - Ketika saya menghadiri sebuah diskusi tentang perlindungan anak di Yogyakarta baru-baru ini, ada satu peserta yang sangat menonjol.

Ibu Prihatin adalah lulusan SMP dari Kabupaten Kulon Progo dan seorang ibu dari tiga anak dan. Dia sangat mengerti dengan baik jenis-jenis dukungan yang dibutuhkan anak-anaknya agar mereka berhasil di sekolah, dan dia sering berbicara tentang hal ini.

"Kita harus memastikan mereka sarapan setiap pagi dan seragam mereka bersih dan rapi," ucapnya ketika peserta diminta untuk mendiskusikan cara mencegah pengabaian.

Ibu Prihatin telah berpartisipasi dalam Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun 2008. Melalui program ini, Pemerintah Indonesia memberikan bantuan tunai bersyarat kepada keluarga miskin untuk meningkatkan akses mereka terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Salah satu syaratnya adalah anggota keluarga harus menghadiri pertemuan peningkatan kapasitas keluarga semacam ini untuk lebih memahami dampak dari mengabaikan anak serta bagaimana mencegahnya. Mereka juga belajar tentang risiko eksploitasi, baik dalam hal tenaga kerja atau bahkan prostitusi.  

Ibu Prihatin membacakan hasil diskusi kelompok tentang apa yang bisa dilakukan untuk mencegah pengabaian anak.
© UNICEF Indonesia/2014/Astrid Dionisio

Anak-anak memiliki hak atas kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan pendidikan. Mereka juga memiliki hak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi dan pelecehan. Namun, orang tua sering tidak sadar akan risiko dan dampak dari penelantaran dan eksploitasi.

Ibu Prihatin mengatakan ini adalah pertama kalinya ia mendengar pembahasan topik seperti ini.

"Topik-topiknya menarik," katanya. "Saya telah belajar banyak hal yang akan membantu saya membesarkan anak-anak saya dengan lebih baik, supaya mereka bisa sukses di sekolah dan siap untuk kehidupan di kemudian hari."
                                                                                                                 
Dia berharap pertemuan peningkatan kapasitas keluarga ini akan membantu mencegah penelantaran anak dan eksploitasi di masyarakat, dan dia ingin mendukung ketiga anaknya hingga mencapai pendidikan tinggi.

Selain modul perlindungan anak, para peserta program PKH juga harus menghadiri sesi yang berfokus pada pendidikan, kesehatan dan gizi serta pemberdayaan ekonomi.

UNICEF telah membantu pengembangan sesi-sesi ini. Diskusi yang saya hadiri, yaitu tentang perlindungan anak, adalah sebuah uji lapangan untuk melihat seberapa banyak yang telah dipelajari peserta tentang subjek ini.

Ke depannya nanti, pertemuan peningkatan kapasitas keluarga akan dijalankan sepenuhnya oleh fasilitator PKH.

Salah satunya adalah Sapti Puji Rahayu yang direkrut pada tahun 2008 untuk Kabupaten Kulon Progo yang meliputi 180 rumah tangga peserta.

Sapti Puji Rahayu, fasilitator PKH di Kulon Progo, Yogyakarta.
© UNICEF Indonesia/2014/Astrid Dionisio

Sapti menjalankan sesi uji lapangan yang saya hadiri.

Menurutnya pembahasan topik-topik tentang kekerasan, eksploitasi dan penelantaran sangat relevan dan penting untuk melindungi anak-anak.

"Saya telah menemukan kasus-kasus tersebut di masyarakat kami, dan anak-anak menderita," katanya. "Kesadaran atas risiko dan konsekuensinya sangat penting untuk diketahui orang tua."

Sapti mengatakan ia menemukan beberapa anak yang tidak bersekolah dan justru bekerja. Ada juga yang tidak bersekolah karena orang tua mereka tidak memantau kehadiran mereka.

Sapti senang bisa bekerja dengan anggota masyarakat yang rentan. "Pengalaman yang paling berkesan adalah keberhasilan saya dalam membantu keluarga untuk mendapatkan dokumen catatan sipil mereka, termasuk akta kelahiran anak-anak mereka sehingga mereka bisa mengakses pendidikan dan layanan lainnya."

Sapti Puji Rahayu (berdiri) memfasilitasi diskusi bersama peserta PKH.
© UNICEF Indonesia/2014/Astrid Dionisio

Setelah melihat sesi pembangunan keluarga dalam aksi, saya merasa optimis. Kelompok ini terbuka untuk berbicara tentang isu-isu sensitif seperti eksploitasi dan penelantaran anak. Mengubah ini akan memakan waktu, tetapi program ini betul-betul membuat perbedaan dan saya bangga bahwa kami di UNICEF dapat membantu membuat mereka seefektif mungkin.


Kita butuh lebih banyak orang-orang seperti Sapti yang bersedia untuk mendengarkan, bekerja dan tinggal di tengah masyarakat untuk menciptakan perubahan bagi kelompok yang paling rentan, terutama anak-anak.