By Iwan Hasan
![]() |
Kyai Subhan di pesantrennya di Brebes, Jawa Tengah. © UNICEF Indonesia/2014/Iwan Hasan |
BREBES, Indonesia, April 2014 - Subhan
Makmun, atau biasa disapa Kyai Subhan, berpenampilan seperti seorang ulama tradisional biasa. Ia tinggal bersama ribuan santri-santrinya di sebuah pesantren di Brebes, Jawa Tengah. Ia selalu
mengenakan sarung dan sebuah peci hitam.
Namun penampilan dapat mengecoh.
Pandangan Kyai Subhan terhadap Syariah Islam sangat progresif. “Islam itu luas,
tidak sempit”, ucapnya.
Berkat
pengetahuannya yang luas tentang hukum Islam, Kyai Subhan adalah salah satu
ulama yang paling dihormati di Jawa Tengah. Bacaanya tidak terbatas kepada
buku-buku Islam klasik. Ia mengaku pernah membaca buku “Penuntun Hidup Sehat”
yang diterbitkan oleh UNICEF bersama dengan beberapa badan PBB lainnya serta
Kemenkes.
Buku ini berisi informasi tentang topik-topik seperti keselamatan ibu
bersalin dan menyusui, dan ditulis dalam
bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh orang tua, anak muda, dan guru.
Kyai Subhan mengatakan ia sering merujuk kepada buku tersebut ketika berkhotbah
tentang kesehatan dan gizi.
"Setiap
kali seorang bayi menyusu dari payudara ibunya, dosa si ibu selama satu hari dihapuskan."
"Seorang anak harus berusia setidaknya 30 bulan sebelum sang ibu boleh
hamil lagi dengan anak berikutnya." Kyai Subhan menggunakan hadis ini di
khotbah-khotbahnya untuk mem promosikan gizi dan kesehatan yang baik.
Gizi yang lebih
baik
Kyai Subhan adalah sosok yang paling terkemuka di antara
ratusan pemimpin agama yang mempromosikan gizi dan praktik kesehatan yang baik di
Brebes, kabupaten terbesar dan terpadat di Jawa Tengah dengan tingkat stunting yang tinggi. Lebih dari 35
persen anak balita Indonesia mengalami stunting
– yaitu tingkat pertumbuhan anak yang
terhambat akibat kekurangan gizi. Efek dari stunting berdampak seumur hidup dan
tidak dapat diubah. Anak yang mengalami stunting
lebih mudah sakit, dan memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah ketika dewasa
nanti.
Selama dua tahun terakhir, UNICEF dan mitra-mitra pemerintah
telah merintis proyek bantuan tunai bersyarat yang berfokus pada gizi untuk
mengurangi stunting di Brebes. Dalam
uji coba, UNICEF telah bermitra dengan Nahdatul Ulama (NU), organisasi Islam
terbesar di Indonesia dengan 40 juta pengikut, untuk melatih lebih dari 150
pemimpin agama lokal tentang gizi dan kesehatan. Selanjutnya, mereka
menyebarkan pesan-pesan gizi dan kesehatan tersebut kepada masyarakat.
![]() |
Dunarso, seorang Imam di desanya. © UNICEF Indonesia/2014/Iwan Hasan |
Contoh dari Kyai Subhan telah diikuti oleh kyai-kyai desa seperti
Dunarso. Ia Imam desa yang biasa
memimpin berbagai acara
keagamaan seperti aqiqah dan empat
bulanan. "Dalam acara empat bulanan, saya biasanya mengingatkan ibu untuk
memberikan kolostrum kepada bayi. Ini adalah imunisasi pertama untuk melindungi
bayi yang baru lahir terhadap penyakit," katanya.
"Dalam aqiqah, saya meminta orang tua untuk hanya
memberi ASI selama enam bulan pertama, tanpa makanan atau minuman lainnya. Saya
meminta mereka agar tidak memberikan susu formula. ASI adalah gizi paling lengkap yang mengandung
protein, laktosa dan antibodi, "katanya.
Pengetahuan baru Dunarso disambut baik oleh komunitasnya.
"Saya dan ibu-ibu lain di desa Siandong tidak menduga dia bisa berbicara
tentang hal-hal seperti stunting dan
pemberian ASI eksklusif. Kami sangat senang bisa belajar tentang hal-hal
ini," aku Endang, salah satu warga desa yang menghadiri pengajian mingguan
dari Dunarso.
Hampir 90 persen dari 250 juta penduduk Indonesia adalah
Muslim, menjadikannya sebagai negara Muslim terbesar di dunia. Kinerja UNICEF
dengan para pemimpin dan organisasi keagamaan merupakan komponen kunci dalam
strategi untuk mengurangi stunting,
karena praktik gizi tidak hanya melibatkan ibu tapi juga ayah, keluarga besar
dan masyarakat. Kemitraan UNICEF dengan NU adalah contoh yang baik bagaimana
perilaku positif dan norma-norma sosial dapat dicapai dan dipertahankan.