Annual Report

Sunday, 15 January 2017

Ayo ajak High Five!

Oleh: Dinda Veska


Seorang facers sedang mengedukasi pengunjung mall tentang program UNICEF Indonesia.
©UNICEF Indonesia/2016/Surabaya.

Fundraising atau penggalangan dana kerap kali dipandang sebagai sebuah kegiatan yang tidak menarik atau bahkan mengganggu bagi sebagian orang termasuk saya. Para penggalang dana (facers) yang ada di jalan-jalan atau di mall ini cukup menyebalkan. "Seperti sales credit card, gak sopan asal stop aja, emang gak ada cara lain untuk mintain uang? Kalau bisa dihindari, mending menghindar aja." Dan masih banyak lagi komentar negatif lainnya.

Selama satu pekan kemarin saya mendapat kesempatan bekerja sama dengan mereka untuk pembuatan beberapa video story di Kabupaten Mamuju. Kesan pertama yang ditimbulkan oleh keempat facers ini adalah sangat aktif dan banyak bicara. Wajar saya pikir karena itulah yang menjadi alat utama untuk mereka bergerilya mengumpulkan banyak donasi selama ini.

Saat mendapat kesempatan untuk rapat persiapan dengan organisasi lokal di Mamuju, keempat facers ini banyak bertanya hal-hal yang di luar ekspetasi saya tentang mereka. Pertanyaan mereka cukup dalam dan jauh dari ranah permukaan. Secara bergantian dengan sangat antusias mereka menanyakan data dan fakta yang terjadi di lapangan.

Seketika ingatan saya melayang ke beberapa waktu lalu saat dicegat oleh seorang facers di sebuah pusat perbelanjaan. Alih-alih meminta donasi, facers itu lebih banyak bercerita mengenai program-program yang dilakukan oleh UNICEF dan bagaimana kondisi anak-anak Indonesia yang hidup dengan banyak keterbatasan.

Pantas saja mereka benar-benar memahami kondisi anak-anak yang diceritakan ketika menggalang donasi. Proses pengumpulan informasinya ternyata tidak sembarangan, seperti yang dilakukan saat itu. Mereka harus berkunjung ke daerah yang di mana program UNICEF sedang berlangsung, untuk memastikan donasi yang digalang akan terserap dengan benar dan tepat sasaran. Selain itu juga untuk benar-benar memahami data dan fakta yang ada mereka bertemu langsung dengan anak-anak di sana.

Belum selesai sampai disitu, motivasi dan semangat mereka juga sangat menginspirasi saya. Seperti Mey yang ternyata memilih pekerjaan ini karena ingin membayar rasa bersalahnya kepada sang adik yang meninggal di usia anak. "Mungkin ini memang kesempatannya mbak untuk melakukan sesuatu untuk adikku, ya meskipun gak untuk dia langsung tapi setidaknya aku lega karena melakukan hal baik untuk anak-anak. Waktu lihat banner UNICEF di job fair tuh aku langsung inget adikku, waktu dia meninggal aku tuh gak ada di sampingnya mbak." Ungkap Mey

Memahami sebelum membenci, mungkin itu yang sebaiknya kita lakukan. Meskipun terkadang menyebalkan ketika sedang tergesa-gesa masih harus menanggapi mereka di jalan. Satu hal yang akhirnya saya pahami, kebaikan yang mereka lakukan tidak seharusnya dihindari. Proses panjang yang mereka usahakan mulai dari pengumpulan informasi hingga penggalangan donasi sudah saatnya mendapat apresiasi.

Saya mengajak siapapun yang akhirnya membaca tulisan ini untuk ikut memberi apresiasi kepada para facers. Ayo ajak High Five! Dan katakan "SEMANGAT" pada mereka!

“Not all of us can do great things. But we can do small things, with great love.” Mother Teresa


Kegiatan Facers bersama anak-anak di sekolah.
©UNICEF Indonesia/2016/Mamuju.