Oleh Felice Baker, JPO, Perlindungan Anak
Jakarta:”Penciptaan generasi yang
kuat tidak akan tercapai jika sang ibu, yang merupakan sumber pertama
pendidikan bagi seorang anak, adalah seorang gadis yang belum siap menjadi
seorang ibu,” demikian perkataan Ibu Sinta Nuriyah Wahid, pendukung hak-hak
perempuan dan mantan Ibu Negara (1999-2001), pada saat peluncuran Jaringan
Gadis Remaja Indonesia di Jakarta.
Lokakarya dua hari ini, yang diadakan oleh UNICEF bekerjasama
dengan Flamingo Social Purpose dan Rumah Kita, menghadirkan pendukung dari 28
organisasi berbasis di Indonesia, yang berfokus pada isu-isu seperti pernikahan
anak, kesehatan reproduksi dan kesetaraan gender. Jaringan ini didirikan untuk
memungkinan para anggotanya mengkoordinasikan dan mengimplementasikan
intervensi, memperbesar dan mengembangkan sinergi untuk hasil yang terbaik bagi
para gadis remaja.
Chernor Bah, pendukung hak-hak gadis dan anak muda dan pendiri
Jaringan Gadis Remaja Sierra Leone, memperkenalkan kepada para peserta
prinsip-prinsip yang ia sebut sebagai ‘program yang terpusat pada anak gadis’,
sebuah filosofi yang dimulai dengan kepercayaan bahwa “permainannya dibuat
untuk mencurangi anak gadis, mereka dibuat kalah – dan jika anak gadis kalah,
semua orang kalah,” ujarnya.
Secara global, anak-anak gadis umumnya kurang sehat, kurang
terdidik dan menikmati hak-hak yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan anak
lelaki, menghadapi kemudaratan sistematik yang disebabkan norma-norma yang
diskriminatif. Pada saat pubertas, anak-anak gadis menghadapi resiko diperlakukan
dengan tidak pantas, harus melakukan pekerjaan domestik dan putus sekolah,
menjadi terisolasi secara sosial. Bahkan menurut sebuah studi yang dilakukan di
Afrika Selatan oleh Population Council, sebuah pusat pemikiran pembangunan yang
berpusat di New York, pada saat pubertas, akses anak-anak gadis terhadap
tempat-tempat seperti pasar, pusat kesehatan dan perpustakaan juga berkurang,
sementara untuk anak lelaki akses itu bertambah. Berinvestasi pada anak-anak
gadis tidak hanya menjanjikan imbalan ekonomis yang signifikan, tapi juga
dampak yang besar pada hampir setiap indikator pembangunan, dari partisipasi
anak-anak gadis di pasar tenaga kerja, yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi,
hingga perbaikan kesehatan dan pendidikan untuk generasi mendatang1.
Program yang berpusat pada anak gadis membuat mereka menjadi fokus
dari setiap keputusan program; hal ini termasuk menentukan siapa yang
ditargetkan, kapan dan bagaimana memantau kemajuan mereka. Program seperti ini
dapat menunda pernikahan, meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi, meningkatkan rasa percaya diri dan memperbaiki literasi keuangan.
Selama lokakarya, anggota Jaringan setuju bahwa memberdayakan anak gadis melalui peningkatan
literasi keuangan, perluasan jaringan pendukung sosial dan perbaikan
pengetahuan mereka tentang kesehatan, akan menjadi misi penyatuan. Jika
dikombinasikan, hal ini akan mengurangi
kerentanan anak-anak gadis, dan menciptakan pertahanan terhadap
pernikahan anak, kehamilan remaja dan putus sekolah,
Dengan menempatkan anak gadis di pusat, Jaringan Gadis Remaja
Indonesia sekarang siap untuk memperkuat karya penting mereka. Anggota akan
bertemu tiap bulan untuk berbagi informasi mengenai aktivitas, melakukan
koordinasi riset dan intervensi bersama dan menyerahkan usulan bersama untuk
pendanaan. Saat ini sedang direncanakan sebuah inisiatif bersama untuk membuat
platform online, yang memungkinkan
anak-anak gadis untuk berkomunikasi dengan rekan dan mentornya.