Oleh: Ali Aulia Ramly, Child Protection Specialist UNICEF Indonesia
Minggu lalu di hadapan lebih dari 100 akademisi, pejabat
pemerintah, politisi dan ahli dari berbagai negara, seorang perempuan – yang
adalah seorang profesional yang memegang posisi penting – yang menjadi
pembicara, mengakhiri presentasinya dengan menyampaikan bahwa ketika kecil ia mengalami
kekerasan seksual.
Saya, dan setiap orang di ruangan pertemuan, terkejut
menyadari bahwa salah satu dari kami pernah mengalami kekerasan seksual dan
mendengar langsung penuturan tersebut dihadapan kolega-kolega kami.
Kami semua, ahli dan praktisi dalam bidang perlindungan
anak, hadir dalam pertemuan tiga hari bertajuk ‘Pertemuan Global tentang
Kekerasan terhadap Anak: Dari Riset ke Tindakan, Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan terhadap Anak’ di Ezulwini, Swaziland. Tapi kami tidak pernah
menyangka bahwa salah satu dari kami adalah korban kekerasan yang terjadi di
masa kanak-kanak.
Dia berkata bahwa dia adalah seorang penyintas, seorang yang
menjadi korban tetapi pulih dan kembali menjalani hidup, dan dia berterima kasih
kepada para peserta yang hadir karena terlibat dalam pencegahan kekerasan
terhadap anak. Ia mengatakan betapa beruntung dirinya karena mendapat bantuan
dan dukungan untuk menghadapi apa yang terjadi, dan dia dapat melewatinya.
Ruangan kemudian dipenuhi tepuk tangan kekaguman dan penghargaan untuk
perempuan tersebut.
Saya telah bekerja dalam bidang perlindungan anak 15 tahun
dan tidak pernah mendengar hal seperti ini dari sejawat yang berkedudukan
tinggi. Tapi apa yang dia sampaikan mengikatkan saya dan kami semua mengapa
kami bekerja untuk perlindungan anak.
Pertemuan yang kami hadiri merupakan pertemuan global
pertama – sebuah konferensi dimana ahli dan pratisi dari berbagai negara
seperti Zimbabwe, Kenya, Tanzania dan Kamboja berbagi informasi tentang
bagaimana mereka menangani kekerasan terhadap anak. Di beberapa negara, UNICEF
memberikan dukungan untuk pelaksanaan survei untuk memahami persoalan kekerasan
terhadapa anak, faktor resiko dan apa yang dapat dilakukan untuk lebih baik
lagi melindungi anak dari perlakukan salah dan kekerasan. Data-data tersebut dibutuhkan untuk dapat
mendapatkan cara terbaik untuk menangani persoalan yang dihadapi.
Hasil dari berbagai survei kekerasan terhadap anak di
berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa kekerasan adalah hal yang biasa dalam
kehidupan anak-anak, dan banyak anak yang menjadi korban kekerasan tidak
mendapatkan pertolongan yang mereka butuhkan.
Namun demikian,
peserta dalam pertemuan tersebut juga berbagi informasi mengenai apa
yang dapat dilakukan untuk sedari awal mencegah
terjadinya kekerasan – misalnya dengan keterlibatan laki-laki dan para
ayah, peran penting sekolah dan lembaga pendidikan, termasuk dengan menggunakan
bentuk-bentuk disiplin tanpa kekerasan agar anak tetap aman dan termotivasi.
Pembicara yang mewakili pemerintah Indonesia menjelaskan
bahwa hasil survei nasional kekerasan terhadap anak yang pertama kali dilakukan
di Indonesia akan segera dipublikasikan. Pembicara tersebut menekankan bahwa perlindungan anak
merupakan prioritas dalam rencana pembangunan nasional.
Saya yakin bahwa Pemerintah Indonesia bergerak ke arah yang
tepat. Merupakan tugas saya untuk memastikan agar Pemerintah Indonesia
menggunakan data dan mengembangkan kebijakan untuk menangani persoalan
perlindungan anak . Seperti saya biasa berkata kepada anak saya – yang ayah
kerjakan adalah memastikan bahwa dirinya, sepupu-sepupunya dan semua anak di
Indonesia dapat bebas dari kekerasan.