Buku komik untuk anak laki-laki tentang "Apa itu Menstruasi?"
©UNICEF Indonesia/2016/Tongeng
©UNICEF Indonesia/2016/Tongeng
Tanggal 28 Mei kini
diperingati sebagai Hari Kebersihan Menstruasi sedunia—hari yang menyerukan
adanya kesadaran lebih tinggi mengenai pentingnya manajemen kebersihan
menstruasi (MKM) dalam membantu wanita dan anak-anak perempuan mewujudkan
potensi dirinya.
UNICEF Indonesia
telah bergabung dengan gerakan global yang mendorong agar pendidikan menstruasi
diberikan tak hanya kepada anak perempuan, tetapi juga lelaki.
“Lho, bukankah menstruasi hanya dialami
perempuan? Untuk apa diajarkan kepada anak lelaki?”
Begitu mungkin pertanyaan
yang timbul di benak sebagian orang.
Yuk, kita simak
situasi berikut.
Sebanyak lima orang
murid kelas enam, semua lelaki, duduk membentuk lingkaran di perpustakaan
sekolah ditemani seorang fasilitator. Sebuah pembalut sekali pakai diedarkan di
antara mereka. “Ada yang tahu, benda apa itu?” tanya fasilitator.
Setiap anak tampak
bingung sembari melihat-lihat benda halus dan lunak berwarna putih di
tangannya. Seorang anak akhirnya menebak, “Masker wajah, ya?”
Ariel, siswa lain
di kelompok itu, mengaku ia pernah melihat benda serupa di bantaran sungai
setelah hanyut terbawa air. Sungai mengalir melalui area kampung tempat warga
mandi dan membuang sampah.
Hanya Dermawan yang
tahu bahwa benda itu adalah pembalut karena ibunya membeli benda serupa di
warung, walaupun ia tidak tahu kegunaannya.
Seorang siswa membaca buku "Apa itu Menstruasi" pada halaman untuk anak perempuan
©UNICEF Indonesia/2016/Tongeng
Di Indonesia,
menstruasi dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan sehingga jarang
dibahas. Tak sedikit anak perempuan yang bahkan baru mengetahui mengenai
menstruasi di hari pertama mereka mengalaminya—dan bukan dari ibu atau guru
mereka sebelumnya. Hal inilah yang justru bisa menimbulkan rasa takut, malu,
dan pandangan bahwa fungsi tubuh yang alamiah ini adalah aib.
Berdasarkan survei
daring pada bulan Mei 2017 oleh UNICEF U-Report, 17% anak perempuan di
Indonesia diejek dan dirundung oleh sesama murid, terutama lelaki, saat
mengalami menstruasi. Hal ini bisa membuat anak perempuan memilih membolos
sekolah untuk menghindari perlakuan itu. Namun, jika terlalu sering, akumulasi
jumlah hari absen dapat menyebabkan murid tertinggal pelajaran atau bahkan
dikeluarkan dari sekolah.
Untuk mengatasi hal
ini, pada tahun 2016 UNICEF Indonesia dan program Unit Kesehatan Sekolah (UKS)
dari pemerintah menerbitkan buku komik yang menerangkan menstruasi dengan
kata-kata sederhana dan ilustrasi sesuai usia pembaca sasaran. Dirancang untuk
anak-anak pada usia menjelang pubertas, buku ini bisa dibaca dari kedua
sisi—satu sisi untuk anak perempuan dan sisi lain untuk anak lelaki.
Kedua segmen komik
menjelaskan menstruasi sebagai peristiwa alamiah yang terjadi setiap bulan dan
memungkinkan perempuan untuk mengandung.
Di sisi anak
perempuan, ada informasi lebih banyak mengenai tindakan pengelolan semasa
menstruasi, termasuk kebersihan diri dan praktik sanitasi; saran jika merasa
tidak nyaman atau sakit; dan kiat jika terdapat noda darah pada pakaian saat
berada di sekolah.
Di sisi anak
lelaki, pembaca diingatkan agar memperlakukan teman perempuan mereka dengan
baik, tidak mengejek atau mengolok-olok, dan bersedia membantu jika dibutuhkan.
Tahun lalu, UNICEF
membagikan komik ke 50 SD di dua tempat dengan karakteristik berbeda, yaitu
Kota Bandung, Jawa Barat, dan Kabupaten Biak Numfor di Papua. Total, sekitar
4.000 murid lelaki dan perempuan menerima komik pada tahap percobaan ini. Untuk
membantu memahami isi komik, sebagian besar guru mengajak murid membaca dan
mendiskusikan pesan saat pelajaran bahasa; ada pula guru yang mengintegrasikan
komik ke dalam pelajaran agama, IPA, dan olah raga.
Hasil studi sebelum
dan sesudah distribusi komik menunjukkan perkembangan luar biasa. Di Bandung,
pengetahuan anak lelaki mengenai menstruasi sebagai proses biologis yang
dialami perempuan naik dari 60 persen ke hampir 90 persen setelah membaca
komik.
Tak hanya itu,
perubahan sikap pun turut dicatat. Jumlah anak lelaki yang merasa mereka harus
menghormati keadaan teman yang sedang menstruasi naik ke 80 persen dari 59
persen, sementara 91 persen merasa mereka seharusnya bisa lebih bersikap lebih
baik terhadap anak perempuan dalam masa menstruasi (naik dari 68 persen).
Hal serupa juga
terjadi di Biak; menurut 85 persen anak lelaki, anak perempuan tidak seharusnya
diejek karena menstruasi—naik dari 63 persen sebelum mereka membaca komik.
Lalu, bagaimana
kabar adik-adik di perpustakaan tadi? Sekarang, mereka telah selesai membaca
komik dan bergiliran menjelaskan isi bacaan tanpa terlihat rikuh. Dengan tepat,
mereka bisa menjelaskan arti menstruasi dan mengapa memberi contoh sikap yang
baik kepada anak perempuan sangat penting. Nampaknya, pesan telah sampai dengan
jelas: menstruasi penting untuk diketahui semua orang.
Artikel ini ditulis
berdasarkan artikel oleh Andi Bunga Tongeng (fasilitator WASH, UNICEF Makassar)
Tonton video
berdasarkan buku komik melalui tautan ini: