"Saya lebih senang menjadi pelajar dari pada ibu," kata Sari*, sambil menggendong anaknya. ©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker. |
Desa-desa kecil yang tak terhitung jumlahnya memagari garis pantai Pulau Sulawesi. Deretan rumah panggung (rumah tradisional) berjajar di antara pantai-pantai nan indah dan hutan hijau membentang. Laksana taman firdaus. Tetapi pemandangan Indah ini sesungguhnya menyimpan krisis tersembunyi.
Sulawesi Barat memiliki tingkat perkawinan usia anak yang cukup mengkhawatirkan. Provinsi ini memiliki prevalensi terbesar anak perempuan yang menikah pada usia 15 tahun atau lebih muda di Indonesia. Karena berbagai alasan, seperti budaya, agama, ekonomi, masa kecil anak-anak perempuan hilang di daerah ini setiap harinya.
Ayu* adalah salah satu dari anak-anak perempuan tersebut. Perempuan belasan tahun yang bertutur-kata lembut ini tinggal di sebuah desa pertanian sepi yang disebut Amara*. "Ibu dan nenek saya keduanya menikah pada usia 14 tahun," katanya. Tradisi keluarga berjalan terus: "Saya berusia 15 tahun ketika saya menikah dengan suami saya, Ganes, yang berusia 23 tahun."