Annual Report

Friday, 30 June 2017

Ketika remaja melakukan aksi; orang dewasa mendengarkan

Para Remaja di Desa Oeletsala, Kupang. © UNICEF Indonesia/2017/Liz Pick

Ini sunguh-sungguh belum pernah terjadi sebelumnya. Saya tak pernah berpikir bahwa orang dewasa mau mendengarkan ide yang dilontarkan oleh Remaja.

Demikian yang disampaikan oleh Ina seorang gadis berusia 17 tahun yang bermukim di Desa Oeletsala, sebuah desa yang terletak di dekat kota Kupang, Indonesia Bagian Timur. Ina bersama dengan 40 penduduk dari tiga desa lainnya adalah bagian dari program percontohan yang ditujukan untuk membantu remaja belajar mengenali risiko-resiko dalam kehidupan remaja dan mengidentifikasi solusi yang potensial. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan “Lingkaran Remaja”, sebuah pendekatan yang dikembangkan  oleh Kantor Pusat UNICEF.

Lingkaran Remaja” adalah sebuah paket yang berisikan kartu aktivitas dan seperangkat peralatan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut. Kegiatan ini difasilitasi oleh orang setempat yang memandu sekelompok remaja usia muda untuk melakukan kegiatan yang mendorong terciptanya kerja sama tim, jiwa kepemimpinan, cara berpikir kreatif dan pemecahan masalah. Kelompok remaja ini kemudian menamakan diri mereka sebagai “Lingkar Remaja”. Lingkaran Remaja  telah digunakan di beberapa negara, seperti Sudan Selatan dan Indonesia, untuk membangun kompetensi dan kemampuan remaja, serta sebagai pendekatan psikososial paska terjadinya bencana alam dan konflik.

Di Indonesia, perangkat ini telah dijadikan sebagai percontohan bagi 35 desa untuk memberdayakan kaum remaja guna mempersiapkan dan menanggapi keadaan darurat dan situasi bencana. Melalui dukungan dari mitra pelaksana, yaitu ChildFund dan jaringan lokal dari komunitas organisasi, Lingkar Remaja di Kupang, Ende, Lampung dan Boyolali telah berhasil mengindentifikasi perubahan iklim dan isu lain di masyarakat yang menjadi penyebab terjadinya kekeringan, banjir, kebakaran dan erupsi gunung berapi.

Di Kupang, remaja dari berbagai lingkaran mengidentifikasi ketersediaan air di saat musim kemarau sebagai salah satu masalah yang paling dekat dengan mereka. Remaja dari berbagai lingkaran kemudian mengajukan berbagai solusi yang disesuaikan dengan kebutuhan local di lingkungannya.

“Ketika kami memutuskan untuk fokus kepada isu ketersediaan air, kami kemudian melakukan survei terhadap kaum remaja pada lokasi sumber air untuk mengetahui apa yang mereka pikirkan. Pada kenyataannya kita semua memiliki masalah yang sama,” ujar Willie seorang remaja yang berusia 15 tahun, yang merupakan anggota dari Lingkar Remaja Desa Oeletsala.  

Kegiatan mengumpulkan air biasanya dilakukan oleh anak-anak yang lebih tua setiap pagi dan malam. Jarak antara sumber air dengan desa membuat anak-anak harus bangun jam 4 pagi untuk memperoleh air bagi keluarganya sebelum berangkat ke sekolah. Mereka sering tiba terlambat di sekolah dan hanya memiliki waktu bermain yang sangat sedikit.

Setelah mempertimbangkan kelayakan dari berbagai ide yang berbeda, seperti tangki saluran air dan truk air, Lingkaran Remaja asal Oeletsala menetapkan pilihan yang mereka ambil yaitu membangun pompa air di pusat desa.

Mereka pun memulai untuk menetapkan kriteria, menggambar diagram dan peta dari area proyek dan menciptakan prototipe sederhana dari kardus guna membentuk visualisasi. Selanjutnya mereka menunjukkan ide tersebut di depan orang tua mereka pada pertemuan tahunan desa.

“Beberapa orang mengatakan kepada kami: ‘Kalian hanyalah anak-anak, apa yang kalian ketahui tentang hal ini? Janganlah mencoba untuk memberikan saran kepada hal yang tidak kalian ketahui sama sekali’,” demikian pengakuan dari cerita Devi seorang remaja berusia 18 tahun. “Namun kami tidak membiarkan hal tersebut mematahkan semangat kami. Bahkan beberapa orang dewasa menghampiri dan mendengar apa yang kami katakan dan memberikan kami kepercayaan diri untuk melanjutkannya.

Ayub Meto, Kepala Desa Oeletsala menyampaikan bahwa ia tidak dapat mengingat kapan terakhir kalinya remaja mengambil peran pada penyelesaian masalah  di desa tersebut sebelum adanya program ini. “Saya sangat terkejut menerima proposal dari remaja melalui orang tua mereka. Saya berkata kepada diri sendiri bahwa mereka ini bukanlah anak kecil lagi. Mereka kini dapat menyampaikan ide mereka dan memikirkan kesejahteraan desa melalui kegiatan lingkar remaja.”

Ia sangat terkesan dengan inisiatif anak-anak tersebut dan bersedia mengalokasikan dana desa untuk merealisasikannya. Rumah pompa telah dibangun di tengah-tengah lokasi dan saat ini pompa ini telah menyediakan kebutuhan air desa untuk minum, mencuci dan bertani tanpa harus menempuh perjalanan jauh.

Hasil yang luar biasa positif telah meyakinkan kepala desa untuk memberikan dana tambahan untuk dua rumah pompa air di tahun ini.

“Saya sangat terdorong untuk mencari tahu potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh remaja di desa. Kita membutuhkan generasi muda seperti ini di desa namun kita cenderung untuk meremehkan ide mereka.”

Pak Meto mengatakan bahwa ia berencana untuk memastikan aspirasi dari remaja tersebut tetap didengar di masa yang akan datang dengan meresmikan keikutsertaan mereka dalam proses  perencanaan desa di jenjang yang berbeda-beda.  Remaja juga dapat berkontribusi melalui pengumpulan informasi dan berpartisipasi di forum pemuda. 

Selain peningkatan ketersediaan dan akses terhadap air, terdapat juga beberapa realisasi yang walaupun masih tergolong sedikit namun manfaatnya tidak kalah penting bagi peserta lingkar remaja. Sebagian anggota kelompok mengatakan bahwa sebelumnya mereka adalah orang yang pemalu namun saat ini telah mendapatkan kepercayaan diri dan mampu mengungkapkan ide mereka.

“Pada sesi ini, kami telah berdiskusi dan belajar tentang bagaimana menghargai satu sama lain dan ide orang lain,” ujar Chris. “Lingkar ini sungguh-sungguh telah memberikan saya keuntungan masa depan karena telah membantu saya untuk menemukan kemampuan saya dan membangun keahlian baru seperti kepemimpinan dan berbicara di depan publik.”

Dewi sependapat bahwa kemampuan yang ia dapatkan di lingkar remaja akan membantunya kelak untuk memulai studi di perkuliahan pada tahun ini.

Sebelumnya saya sangat pemalu, tak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya bahwa orang-orang mau mendengarkan ide saya, namun sekarang saya tahu bahwa dengan beberapa upaya maka saya dapat mewujudkan ide saya ke dalam sebuah aksi.

Mereka telah menyusun terobosan pada proyek baru yaitu sebuah bus sekolah untuk anak-anak Sekolah Menengah Umum (SMU). Mereka berharap dengan adanya transportasi ini maka kesenjangan jarak tempuh dapat dikurangi dan hal ini akan memungkinkansiswa SMU untuk menyelesaikan studi mereka.

“Saat ini kita telah melihat bahwa sebuah ide diwujudkan ke dalam sebuah realisasi dimana kaum remaja memiliki peran untuk membuat kondisi kehidupan menjadi lebih baik. Sesuatu yang berguna di masa depan.”